Tuesday, October 2, 2012

Shogun dan Samurai

Shogun adalah para jenderal yang bertindak sebagai diktator dalam pemerintahan. Samurai adalah para ksatria Jepang. Keduanya menguasai hampir 700 tahun.

Keluarga Fujiwara memegang kekuasaan di Jepang selama 300 tahun sejak abad ke-9. Namun, pengaruh mereka melemah ketika dari keluarga ini jarang lahir anak perempuan, yang merupakan mempelai tradisional para kaisar. Selama beberapa waktu, sejumlah mantan kaisar memegang kekuasaan. Kemudian, klan Taira mengambil alih kekuasaan untuk waktu singkat sampai direbut oleh klan saingan, Minamoto, sebagai pendukung Minamoto Yoritomo. Yoritomo memegang jabatan sei-i dai shogun, yang berarti ‘jenderal besar penakluk kaum barbar’. Pada tahun 1192, ia mendirikan keshogunan Kamakura. Yoritomo memerintah Jepang dari wilayahnya di Kamakura, dekat Edo (Tokyo), dengan kekuatan tak terbatas. Sejak itu, para shogun memerintah Jepang sebagai diktator militer hingga tahun 1868. Ketika Yoritomo wafat pada tahun 1199, keluarga Hojo, cabang dari klan Taira, menjadi wali para shogun, dan memegang kekuasaan tidak resmi hingga keshogunan Kamakura tersingkir pada tahun 1333.
Pemerintahan Jepang menjadi sangat kompleks. Kaisar merupakan sosok seremonial, yang sangat dihormati oleh semua orang. Namun, kekuasaan sebenarnya berada di tangan para shogun. Para wali kaisar dan shogun juga memiliki pengaruh. Demikian pula dengan para daimyo atau bangsawan yang bersaing untuk mendapatkan jabatan di istana dan kerap saling berperang untuk memperebutkan tanah. Akibatnya, muncul satu kelas ksatria yang disebut samurai yang bertempur bagi para daimyo.
Para Ksatria Jepang
Samurai adalah para ksatria yang siap bertempur sampai mati demi daimyo. Para samurai mengucap sumpah setia selamanya kepada daimyo. Seperti para ksatria Eropa, samurai meyakini kebenaran dan kehormatan, serta memiliki aturan tingkah laku ketat yang disebut bushido. Sebelum bertempur, seorang ksatria akan meneriakkan namanya sendiri dan nama para leluhur, serta mengungkapkan aksi kepahlawanannya. Dalam pertempuran, ia bertempur satu lawan satu, dan kerap mereka menggunakan dua pedang sekaligus. Jika kalah atau ditangkap musuh, seorang samurai harus melakukan ritual bunuh diri (hara-kiri) untuk menyelamatkan nama baiknya. Saat itu, persaingan antar-samurai sangat tinggi.
Pada tahun 1333, klan Ashikaga menggulingkan keshogunan Kamakura dan sang kaisar, serta mengangkat kaisar baru. Kaisar baru menunjuk klan Ashikaga sebagai shogun, kali di Kyoto. Namun, kerap terjadi pertempuran para samurai di antara daimyo. Perselisihan terus meningkat hingga, pada 1467-1477, pecah perang saudara Onin. Hasilnya, Jepang terbagi menjadi hampir 400 negara-klan. Para kaisar Kyoto menjadi tidak berdaya dan miskin. Meski demikian, perdagangan dan kebudayaan yang berpusat di tanah para daimyo mencata perkembangan di Jepang. Bagi penduduk biasa, perang di antara para daimyo menyebabkan pajak tinggi, menimbulkan ketidakamanan dan gangguan bagi kehidupan mereka.

0 komentar:

Post a Comment