This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, April 13, 2014

Perang Dunia II: Front Pasifik


Sejak September 1940, Jepang telah bersekutu dengan Jerman dan Italia, tetapi belum terlibat dalam pertempuran. Setelah invasi Jepang atas Cina pada 1937, Jepang mendapat tekanan semakin meningkat dari Amerika Serikat untuk menarik pasukannya dari Cina. Perang di Pasifik dimulai pada 7 Desember 1941, ketika pesawat dari enam kapal induk Jepang melakukan serangan tanpa sebab atas basis Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Lebih dari 2.400 tentara dan pelaut Amerika Serikat terbunuh. Sebanyak 18 kapal utama Amerika Serikat hancur atau rusak parah. Jepang hanya kehilangan kurang dari 100 orang. Tentara Jepang menginvasi Thailand pada hari yang sama. Hari berikutnya, Kongres Amerika Serikat mengumumkan perang atas Jepang. Jerman dan Italia lalu mendeklarasikan perang atas Amerika Serikat.
Bergerak ke Selatan
Pada 10 Desember 1941, kapal perang  Prince of Wales dan kapal tempur Repulse Inggris ditenggelamkan di Teluk Siam oleh pesawat Jepang. Dengan armada laut Amerika Serikat dan Inggris yang rusak parah, Jepang berpikir bahwa mereka telah sepenuhnya menguasai Pasifik. Dalam 5 bulan, pasukan Jepang menyerbu Burma (Myanmar), Hong Kong, Singapura, Malaya, Hindia Timur Belanda (Indonesia), Thailand, dan Filipina. Jepang juga menginvasi New Guinea dan mengancam pantai utara Australia. Karena sebagian besar pasukan dan peralatannya digunakan untuk membantu Sekutu di Eropa, Australia mengharapkan bantuan Amerika Serikat untuk bertahan.
Tidak semua armada laut Amerika Serikat tenggelam di Pearl Harbour. Tiga kapal induk Amerika Serikat sedang berada di laut lepas ketika Jepang menyerang. Ketiganya segera bergabung dengan dua kapal induk baru. Rencana ekspansi lanjutan Jepang terhenti pada tahun 1942 dalam dua pertempuran laut besar.
Pertempuran Laut Koral (4-8 Mei) adalah yang pertama dalam sejarah angkatan laut ketika kapal musuh tidak terlibat satu sama lain selama pertempuran. Pertempuran dilakukan oleh pesawat udara yang diluncurkan dari kapal-kapal induk. Tidak ada pemenang yang jelas, tapi pertempuran ini menghentikan rencana Jepang untuk menginvasi Australia. Pada bulan Juni, Jepang berencana menginvasi Pulau Midway dan Kepulauan Auletian yang kecil tapi strategis. Namun, mereka harus terlebih dahulu menghancurkan pesawat Amerika Serikat yang bermarkas di Midway. Pada saat yang sama, Amerika Serikat telah mengurai sandi radio Jepang sehingga dapat melakukan persiapan menghadapi serangan.
Titik Balik
Pada pertempuran di Midway (4-6 Juni), angkatan laut Jepang mengalami kehancuran sangat hebat akibat serangan pesawat yang lepas landas dari kapal induk Amerika Serikat. Akhirnya, Jepang menyerah. Pertempuran laut di Midway adalah kemenangan menentukan bagi pasukan Amerika Serikat dan menjadi titik balik perang. Setelah berhasil menahan gerak laju Jepang, tugas Amerika Serikat untuk kembali menguasai teritori pun dimulai.
Selama tiga tahun berikutnya, Amerika Serikat memperoleh Kepulauan Gilbert, Marshall, Caroline, dan Mariana. Dari wilayah ini, Amerika Serikat dapat membom sejumlah kota dan pusat industri Jepang. Pada September 1944, pasukan Amerika Serikat mulai menguasai kembali Filipina, sementara Bristish Fourth Army mulai menaklukkan Burma. Setelah pertarungan yang sengit, pasukan Amerika Serikat berhasil menguasai Pulau Okinawa dan Pulau Iwo Jima pada awal 1945.
Memojokkan Jepang
Ketika Pulau Okinawa dikuasai, ada lebih dari 100.000 pasukan Jepang dan 12.000 pasukan Amerika Serikat yang terbunuh. Setelah menelan banyak korban jiwa, para komandan Sekutu cemas atas kematian yang akan terjadi jika mereka menginvasi daratan utama Jepang. Mereka tahu bahwa Jepang akan bertarung sampai darah terakhir untuk mempertahankan negara mereka, dan diperkirakan lebih dari satu juta tentara Sekutu yang akan kehilangan nyawa seandainya invasi dilakukan.
Di Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt terpilih untuk ketiga kalinya sebagai presiden pada tahun 1944. Sementara itu, dalam proyek rahasia, para ilmuwan Amerika Serikat telah mengembangkan senjata baru yang menakutkan, bom atom. Presiden Roosevelt meninggal pada 12 April 1945 dan penggantinya, Harry S. Truman, mengambil keputusan penting untuk menjatuhkan bom atom tersebut di Jepang.
Jepang Menyerah
Presiden Truman berpendapat bahwa penggunaan bom atom akan cepat mengakhiri masa perang dan dapat menyelamatkan jutaan nyawa tentara Sekutu. Pada akhir Juli 1945, Sekutu memberi ultimatum kepada Jepang, mengancam akan terjadu kerusakan mahadahsyat jika Jepang tidak menyerah. Maka, bom atom dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus. Serangan bom atom ini memakan  korban manusia sekitar 130.000 jiwa. Tiga hari kemudian, bom atom kedua dijatuhkan di kota Nagasaki dan membunuh lebih dari 750.000 manusia. Ribuan orang lainnya tewas karena terluka dan sakit akibat radiasi. Penggunaan bom atom membuat Jepang menyerah kepada Sekutu pada 14 Agustus.
Perang Dunia II berakhir ketika Jepang secara resmi menyerah pada 2 September 1945. Lebih dari 2 juta orang Jepang tewas selama Perang Dunia II, di samping 100 kota yang hancur akibat pemboman, dan produksi industri praktis terhenti. Jepang memerlukan waktu 10 tahun untuk menghidupkan kembali industrinya sampai menyamai keadaan sebelum perang.

Perang Dunia II: Front Eropa


Kekuatan Poros, yaitu Jerman, Italia, dan Jepang, menginginkan lebih banyak wilayah. Setelah menginvasi Cekoslovakia, Hitler tidak memperkirakan akan ada aksi militer internasional yang menentang rencananya untuk memperluas wilayah lebih lanjut. Untuk mengatasi ancaman militer dari timur, ia menandatangani pakta non-agresi, Pakta Molotov-Ribbentrop dengan Uni Sovyet pada Agustus 1939. Dua negara ini secara rahasia setuju untuk membagi Eropa bagian timur. Meski ada seruan dari Neville Chamberlain, Presiden Franklin D. Roosevelt, dan Paus, Hitler yang merasa aman dari ancaman militer memutuskan menginvasi Polandia pada 1 September 1939.
Awal Perang di Eropa
Inggris dan Prancis mendeklarasikan perang atas Jerman dua hari kemudian. Pasukan Uni Sovyet yang telah menandatangani pakta non-agresi, kemudian menginvasi Polandia dari timur. Polandia pun dibagi antara Jerman dan Uni Sovyet. Pada April 1949, pasukan Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia, serta menginvasi Belgia, Belanda, dan Prancis di bulan berikutnya. Pada bulan Juni, Italia mendeklarasikan perang atas Sekutu. Pasukan Inggris dikirim ke Prancis tetapi dipaksa mundur ke Dunkirk. Dari Dunkirk, ratusan ribu pasukan Inggris terpaksa dievakuasi kembali ke Inggris. Dengan sebagian besar wilayah Eropa dikuasai kaum fasis, Hitler berencana menginvasi Inggris. Amerika Serikat tetap menjalankan politik isolasi. Pada Juli 1940, Luthwaffe (Angkatan Udara Jerman) memulai serangan dengan sejumlah target di Inggris.
Gerakan Jerman
Pertempuran Britania berlangsung sampai 31 Oktober 1940. Hitler terpaksa meninggalkan rencananya—Operasi Singa Laut—untuk menginvasi Inggris. Ia pun mengubah arah dengan melancarkan pemboman pada malam hari terhadap daerah industri, kota, dan galangan kapal Inggris. Serangan ini berlangsung sampai Mei 1941, tetapi gagal menjatuhkan moral Inggris yang menerima pasokan dan peralatan penting dari Amerika Serikat.
Sementara itu, Italia telah menginvasi Yunani dan Afrika bagian utara. Pasukan Inggris berhasil memukul mundur Italia di Afrika bagian utara. Namun pada April 1941, pasukan Hitler menduduki Yunani dan Yugoslavia untuk membantu pasukan Benito Mussolini. Jerman menghalau keluar Inggris dari Yunani dan mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Afrika utara di bawah komando Jenderal Erwin Rommel. Pasukan Rommel yang superior sukses menghalau Inggris kembali ke Mesir.
Jerman Menginvasi Uni Sovyet
Pada Juni 1941, didorong oleh kesuksesan militer di Eropa bagian barat dan untuk memperoleh pasokan minyak, pasukan Hitler melancarkan serangan berskala besar ke Rusia yang diberi nama Operasi Barbarossa. Jerman mendesak mundur pasukan Rusia hingga ke Leningrad (sekarang St. Petersburg), Moskow, dan Kiev. Selama musim dingin yang membeku di Sovyet, Jerman kehilangan banyak wilayah yang baru dikuasainya.
Titik Balik Perang
Pada Agustus 1941, Perdana Menteri Winston Churchill dan Presiden Roosevelt menandatangani Atlantic Charter, yaitu deklarasi kemerdekaan bagi semua orang. Pada Desember 1941, Amerika Serikat terjun dalam perang setelah Jepang menyerang Pearl Harbour. Pasukan Sekutu dikirim ke Afrika utara untuk menghentikan gerakan pasukan Rommel di Mesir. Pada Nopember 1942, Sekutu memenangi pertempuran menentukan di El Alamein, Mesir, melawan Jerman dan Italia. Di timur, Rusia melancarkan serangan balasan terhadap pasukan Jerman di Stalingrad dan memaksa mereka mundur. Dua kemenangan Sekutu ini menandai titik balik dalam perang di Barat.
Sepanjang tahun 1942 dan 1943, kapal U-Boot (kapal selam Jerman, Inggris menyebutnya U-Boat) Jerman menyerang kapal-kapal pengangkut pasokan dan perlengkapan ke Inggris. Pada 1943, Inggris dan Amerika Serikat mulai membom pusat industri dan kota di Jerman. Pada Juli, pasukan Inggris dan Amerika Serikat mendarat di Sisilia, dan September di Italia. Ini memicu kejatuhan Mussolini dan menyerahnya Italia.
Kekalahan Puncak Jerman
Di Timur, pasukan Rusia dengan perlahan menghalau kembali tentara Jerman. Front kedua dibuka pada D-day, 6 Juni 1944, ketika Jerman melancarkan serangan balasan, tetapi dipaksa mundur pada Januari 1945. Sekutu mencapai perbatasan Jerman pada Desember. Di bulan Maret 1945, Sekutu telah melintasi Sungai Rhein, dan Sovyet telah mencapai Berlin. Hitler melakukan bunuh diri pada 30 April. Akhirnya pada 7 Mei, Jerman menyerah tanpa syarat.
Holocaust
Kekalahan Jerman mengungkap kasus genosida paling ekstrem sepanjang sejarah. Sekitar 12 juta orang dibunuh, separuhnya adalah orang Yahudi. Pembunuhan dimulai pada 1939, ketika Yahudi Polandia dipaksa berpindah ke kawasan kumuh. Sekitar 500.000 orang tewas akibat penyakit atau kepalaran. Ketika Jerman masuk ke Rusia, mereka menahan dan membunuh hampir 2 juta warga Yahudi. Sejak 1942 hingga 1944, pasukan Jerman membunuh jutaan orang lainnya di kamp-kamp konsentrasi.

Perang Dunia I: Front Barat


Dipicu oleh terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand, Perang Dunia I secara resmi dimulai dengan serentetan deklarasi perang terhadap Jerman pada tanggal 4 Agustus. Meskipun harus menghadapi Rusia di timur dan Prancis di barat, Jerman betul-betul merupakan bangsa yang terbaik dalam persiapannya untuk terlibat dalam peperangan itu. Jerman adalah negara dengan tentara terbesar dan paling profesional pada saat itu. Para komandannya percaya diri bahwa mereka akan meraih kemenangan dengan mudah apabila mereka bergerak cepat. Ini menuntun Jerman melakukan pelanggaran terhadap kenetralan Belgia dan wilayahnya sangat kecil dengan menyerang Prancis di sepanjang dataran-dataran rendah Flanders (wilayah utara Belgia). Jalinan yang erat antara Inggris dengan Belgia (kedua raja berkerabat dekat, saudara senenek), membuat tindakan ini menjadi pemicu yang melemparkan Inggris ke kancah perang.
Dengan semangat dan gairah yang menggebu-gebu, negara-negara besar di Eropa kemudian melibatkan diri ke dalam apa yang ditakdirkan untuk menjadi perang yang paling dahsyat dalam sejarah. Mereka yang keranjingan untuk menyaksikan bendera yang dikibarkan serta pakaian seragam yang berparade di bawah sinar matahari musim panas tidak menghiraukan akibat fatal yang ditimbulkan oleh persenjataan generasi mutakhir—dari senapan mesin sampai gas beracun. Digunakan untuk pertama kalinya dalam sebuah pertikaian besar, senjata-senjata tersebut membuat perang yang baru meletus itu menjadi sebuah peristiwa yang mengerikan dan sangat jauh dari sikap ksatria.
Negara-negara Inggris, Prancis, Rusia, dan Belgia yang kecil berhadapan dengan Jerman dan Austria-Hongaria. Sementara itu, Italia, yang secara teknis bersekutu dengan Austria-Hongaria, menanggapi pendapat masyarakat dalam negeri yang menghimbau agar negara tersebut memerangi Austria sehingga dapat merebut kembali kekuasaan atas sejumlah wilayah di Austria yang penduduknya berbahasa Italia.
Pertempuran Marne yang Pertama
Strategi Jerman mewajibkan bahwa Prancis kalah dalam waktu singkat, sama seperti yang terjadi pada tahun 1870, diikuti sebuah serangan terhadap Rusia, yang merupakan negara yang kesiagaan perangnya paling kecil dibandingkan negara-negara lain di Eropa. Jerman mencaplok Belgia dalam waktu dua minggu dan bergerak kea rah barat menuju Prancis sambil menjalankan rencana pertempuran yang dirancang oleh Panglima Tertinggi Alfred Count von Schlieffen (1833-1913). Langkah ini mengharuskan adanya gerak cepat, dengan sayap kiri yang mengambil ancang-ancang dari Metz dan sayap kanan yang terlebih dahulu menembus Belgia untuk tiba di Paris. Rancangan ini mewajibkan bahwa semua pasukan dipusatkan di bagian kanan, namun Jenderal Helmut von Molke (1848-1916), yang ditugasi untuk menerapkan rancangan tersebut, gagal untuk melakukannya. Walaupun rancangan von Schlieffen berhasil pada awalnya, dan sayap kanan tiba di Paris sebelum terlambat, pasukan-pasukan penyerang tersandung. Ketika pasukan Prancis dan Inggris membuat serangan balik sepanjang tepi Sungai Marne pada tanggal 6-9 September, langkah pasukan Jerman terhenti dan tidak pernah memiliki semangat lagi.
Jalan Buntu
Pasukan Inggris dan Prancis menghadang pasukan Jerman, namun tidak memiliki cukup kekuatan untuk membuatnya mundur. Kedua negara akhirnya membuat parit yang terbentang dari Laut Utara hingga ke perbatasan Swiss. Demikianlah, apa yang tadinya terlihat sebagai kemenangan pasukan Jerman yang diperoleh dalam waktu singkat, kurang dari 60 hari, berubah menjadi jalan buntu berdarah yang berlangsung selama empat tahun.

Kerusuhan Sipil Irlandia


Banyak penduduk Irlandia menginginkan pemerintahan sendiri. Rancangan Undang-undang pemerintahan sendiri telah disetujui oleh parlemen Inggris pada 1912. Rancangan ini seharusnya menjadi undang-undang, yang memberi Irlandia parlemen sendiri untuk menyelenggarakan urusan dalam negeri. Namun, rancangan ini tertunda akibat Perang Dunia I yang pecah pada 1914.
Di utara, kaum Protestan menentang pemerintahan sendiri karena akan menjadikan mereka kaum minoritas di negara Katolik. Orang-orang Irlandia yang dikenal sebagai kaum republik menginginkan Irlandia menjadi republik independen. Banyak warga mendukung partai politik yang disebut Sinn Fein (kita sendiri). Dukungan ini berasal dari Irish Volunteer, Irish Republic Brotherhood, atau Irish Citizen Army.
Pada Senin Paskah 1916, anggota Irish Volunteer dan Irish Citizen Army yang dipimpin Padraic Pearse dan James Connolly, menguasai gedung-gedung publik di Dublin dalam peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Kebangkitan Paskah (Easter Rising). Dari markas besar di gedung Kantor Pos Umum, Pearse dan Connolly mendeklarasikan negara republik, tetapi sesaat kemudian dapat dikalahkan oleh pasukan Inggris. Pada pemilihan umum 1918, Sinn Fein berhasil memenangkan 73 dari 105 kursi untuk orang Irlandia dalam parlemen Inggris.
Sinn Fein membentuk parlemen sendiri, yaitu Dail Eireann dan mendeklarasikan Irlandia sebagai negara republik merdeka pada 1919. Ini memicu perang antara Irish Republican Army (IRA) dan Royal Irish Constabulary (RIC). Polisi bersenjata, Black-and-Tans, dikirim untuk membantu RIC. Peperangan terjadi sampai tahun 1921.
Perjanjian Anglo-Irish
Pemerintah Inggris ingin membagi Irlandia menjadi dua, dengan enam country Ulster di utara yang terpisah dari wilayah Irlandia lainnya. Di bawah Akta Pemerintahan Irlandia 1920, kedua bagian Irlandia itu akan berperintahan sendiri. Enam country Ulster yang mayoritas beragama Protestan tidak ingin diperintah dari dari Dublin. Mereka menyetujui akta itu dan membentuk negara baru Irlandia Utara. Dail Eireann, yang dipimpin Eamon de Valera, menentang akta itu karena menginginkan kemerdekaan penuh untuk seluruh Irlandia.
Sebagai upaya membawa perdamaian dalam negara, Perjanjian Anglo-Irish (1921) menjadikan Irlandia bagian selatan sebagai negara dominion Inggris Raya. Negara Merdeka Irlandia (Irish Free State) didirikan pada 1922. Namun, ini memicu timbulnya perang saudara. Di satu sisi terdapat kaum Free Stater yang menyetujui isi perjanjian. Di sisi lainnya, kaum republik menentang.
Perang sipil berlangsung sampai 1923, ketika de Valera meminta kaum republik untuk menghentikan peperangan. Pada 1926, ia mendirikan partai politik baru, yaitu Fianna Fail. Pada pemilu 1932, ia mengalahkan kaum Free Stater. Konstitusi baru 1937 menamai Irlandia selatan sebagai Eire, tetapi tetap menjadi bagian dari Persemakmuran Inggris. Negara baru ini lalu melepaskan diri dari Inggris dan meninggalkan Persemakmuran Inggris.

Depresi Besar


Penyebab depresi besar atau biasa disebut zaman malaise, dapat ditelusuri hingga akhir Perang Dunia I. Pada 1919, Perjanjian Versailles memaksa Jerman agar membayar kompensasi sangat besar atas kemenangan Sekutu. Ini membuat banyak penduduk Jerman kehilangan tabungan mereka akibat anjloknya nilai mata uang. Di Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat, industri berjuang agar dapat beradaptasi dengan perdagangan masa damai. Jutaan prajurit pulang ke kampong halaman dan mencari pekerjaan. Serikat dagang meminta para pekerja agar mogok kerja menentang para pemilik perusahaan yang mendesak pemotongan upah. Pemogokan Umum untuk pertama kali terjadi di Inggris pada 1926. Harga bahan pangan jatuh, sehingga banyak petani merana dan berhenti mengolah lahan.
Selama 1920-an, pertumbuhan pesat ekonomi Amerika Serikat sebagian berasal dari pelunasan pinjaman perang senilai beberapa milyar dolar dari London ke New York. Pertumbuhan juga didukung oleh kebijakan ekonomi Presiden Harding dan Coolidge. Para spekulan mendokrak harga saham di Amerika Serikat melampaui nilai yang sebenarnya.
Kepanikan di Wall Street
Pada Oktober 1929, orang mulai panic dan menjual sahamnya dengan cepat. Dalam satu hari, 13 juta saham terjual di Bursa Saham New York. Ini memulai krisis ekonomi yang dikenal sebagai Wall Street Crash (seperti nama distrik keuangan di New York) yang segera menjangkiti seluruh dunia.
Banyak orang kehilangan uang. Bank dan bisnis terpaksa ditutup, sementara tingkat pengangguran mulai melonjak. Tahun 1933 adalah tahun terburuk selama depresi. Di Amerika Serikat saja, terdapat 12 juta orang penganggur. Untuk mereka yang masih bekerja, separuh gaji mereka dipotong. Lebih dari 85.000 usaha bisnis mengalami kebangkrutan.
Situasi di Amerika Serikat diperburuk oleh kekeringan yang melanda daerah pusat pertanian di dalam negeri. Di banyak tempat, lahan pertanian mengering. Debu diterbangkan angina dan berujung pada kegagalan panen. Ribuan petani dan keluarga mereka meninggalkan lahan pertanian untuk memulai hidup baru di pantai barat Amerika Serikat.
Kebijakan Baru Presiden Roosevelt
Pada dua tahun pertama depresi, pemerintah Amerika Serikat dan Presiden Hoover hanya melakukan sedikit tindakan langsung. Mereka meyakini bahwa ekonomi akan pulih dengan sendirinya. Franklin Delano Roosevelt (1882-1945) terpilih menjadi presiden pada 1932. Pada tahun berikutnya, ia memperkenalkan Kebijakan Baru (New Deal) untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh depresi. Kebijakan ini terutama dirancang untuk mengurangi kemiskinan, menyediakan bantuan bagi perbankan, dan melindungi tabungan masyarakat. Pemerintah menopang harga lahan pertanian, menerapkan upah minimum, dan memulai program pembangunan raksasa untuk menciptakan lapangan kerja. Kebijakan ini sangat membantu, tetapi hanya berlangsung sampai 1939 ketika pecah Perang Dunia II. Perang memberikan dorongan besar bagi perkembangan industri berat, dan membantu mengakhiri masa depresi.
Depresi Mendunia
Wall Street Crash mengarah pada ambruknya sistem pinjaman internasional yang dirancang untuk mendanai perbaikan akibat perang. Depresi berdampak langsung bagi Eropa dan Amerika Utara. Bagian dunia lain juga terkena dampaknya akibat banyak urusan perdagangan dan bisnis bergantung pada penjualan pangan dan bahan mentah ke Eropa dan Amerika Utara. Ketika pasar mengalami kemerosotan, banyak orang di seluruh dunia kehilangan pekerjaan. Akibatnya, kegelisahan masyarakat meningkat sehingga rasa nasionalisme bertumbuh di banyak negara.

Bangkitnya Adolf Hitler


Persyaratan keras yang diberlakukan pada Jerman oleh pihak sekutu dalam Perjanjian Versailles pada akhir Perang Dunia I menciptakan sebuah situasi yang amat sulit dan suasana hati yang sangat putus asa di kalangan rakyat Jerman. Kaiser Wilhelm II (1859-1941) turun takhta pada tahun 1918, meniggalkan Jerman tanpa pemimpin. Selanjutnya, kekosongan ini diisi oleh sebuah republik yang lemah di bawah Konstitusi Weimar tahun 1919. Dikondisikan untuk diperintah oleh sebuah monarki yang kuat, harapan rakyat Jerman dipatahkan oleh Republik Weimar yang tampaknya tidak efektif, yang mereka lihat sebagai sesuatu yang wajib mereka terima sebagai akibat kekalahan mereka di medan perang.
Dengan latar belakang ini, banyak sempalan partai politik muncul dan mulai memanfaatkan ketidakpuasan yang sudah berakar itu. Sempalan-sempalan tersebut mencakup pangikut paham sosialisme, komunisme, dan sebuah kelompok yang menamakan dirinya National Sozialische Deutsche Arbeiterpartei/Partai Pekerja Nasional Sosialis Jerman (NSDAP), atau Partai Nazi. Anggota partai-partai ini mempercayai bahwa Jerman akan menjadi kuat apabila menerapkan pemerintahan sentralisasi yang menggunakan posisinya untuk mendominasi negara-negara Eropa. Partai ini memimpikan bahwa dengan pemerintahan serupa itu, Jerman akan berperan seperti Kekaisaran Romawi ketika Otto I memerintah pada abad ke-10 atau Kekaisaran Jerman Kedua yang didirikan oleh Otto von Bismarck pada abad ke-19.
Banyak pemimpin dan visioner di lingkaran kekuasaan tinggi dalam partai Nazi itu, namun orang yang pada hakikatnya menjadi sorotan yang sangat kuat sebagai pemimpin partai adalah seorang Austria yang ulung bernama Adolf Hitler (1889-1945). Hitler bergabung dengan pasukan Jerman dalam Perang Dunia I dan kemudian ia menetap di Munich. Di sana ia menjadi sangat terpikat dengan konsep nasionalisme Jerman, terpesona pada doktrin superioritas rasial yang memandang orang Yahudi dan kelompok minoritas lain sebagai manusia yang berharkat rendah. Ia sudah berperan dalam mendirikan Partai Nazi dan dipenjara pada tahun 1923 setelah sebuah kegagalan Nazi dalam menggulingkan pemerintahan negara bagian Bayern (Bavaria). Tatkala meringkuk dalam penjara, ia memformulasikan sebuah rencana untuk merebut kekuasaan bukan hanya di Bavaria, namun juga di seluruh Jerman.
Perlahan-lahan, Nazi mendapat pengakuan sebagai sebagai sebuah partai politik yang sah dan Hitler, yang adalah seorang orator yang cemerlang, mulai menghimpun dukungan dari kalangan luas. Menjelang tahun 1933, Partai Nazi begitu kuat sehingga Presiden Paul von Hindenberg (1847-1934) dipaksa untuk menunjuk Hitler sebagai kanselir Jerman. Dengan gesit Hitler mulai memecat Hindenberg dan menjalankan tugasnya dengan cara diktator. Ia mulai menentang ketetapan-ketetapan yang dituangkan dalam Perjanjian Versailler dengan cara mempersenjatai lagi dan memperbesar militer Jerman yang sudah banyak dikurangi. Selain itu, ia juga meneguhkan kembali kepentingan-kepentingan teritorial  Jerman di Eropa.
Sebuah elemen dari Perjanjian Versailles adalah de-militerisasi Rheinland di tenggara Jerman, sebuah persyaratan yang dilihat oleh pihak Jerman sebagai pelanggaran nyata terhadap kedaulatan mereka. Pada tanggal 7 Maret 1936, Hitler secara terbuka menentang perjanjian tersebut dengan mengirimkan pasukan-pasukan Jerman di Rheinland.
Seandainya Prancis atau Inggris Raya bertindak terhadap pelanggaran perjanjian terkait, Hitler tentunya tidak punya pilihan selain menarik diri dan boleh jadi mundur, karena  pada waktu itu pasukannya masih sangat lemah. Akan tetapi, karena Inggris Raya sangat ingin menghindari perang, langkah Hitler tidak mendapat perlawanan. Keberhasilan Hitler di Rheinland menghasilkan militer Jerman yang dipersenjatai kembali, yang membuatnya menjadi kekuatan militer nomor satu di dunia. Inilah cikal-bakal dari pecahnya Perang Dunia II.

Amerika Serikat: Masa Antara Perang


Bahkan sebelum pecah perang di Eropa, Amerika Serikat telah menjalankan politik isolasi. Kebijakan ini menyebabkan negara tidak terlibat dalam urusan luar, kecuali jika dipandang perlu untuk mempertahankan diri. Keterisolasian secara geografis dan kesibukan dalam urusan domestik memungkinkan pemimpin Amerika Serikat untuk tetap tidak terlibat dalam persekutuan dengan negara-negara Eropa.
Ketika Perang Dunia I pecah di Eropa, sebagian besar penduduk Amerika Serikat ingin tetap netral. Presiden Woodrow Wilson menghabiskan periode 1914 sampai 1917 dengan mencoba melakukan mediasi antara negara-negara Eropa sedang berperang dan menjaga agar  Amerika Serikat tetap tidak terlibat dalam perang. Amerika Serikat baru ikut berperang pada 1917, setelah kapal Amerika Serikat diserang oleh kapal selam Jerman, U-boot (Inggris menyebutnya U-boat).
Setelah Perang Dunia I, keinginan melakukan isolasi semakin kuat. Pada 1919, Senat Amerika Serikat memutuskan untuk tidak bergabung dalam Liga Bangsa-Bangsa. Sejak awal 1920-an, ekonomi Amerika Serikat cepat pulih dari depresi sehabis perang. Produksi industri mulai tumbuh.
Pada 1920, Warren Harding (1865-1923) terpilih sebagai presiden. Ia menjanjikan “kembali ke keadaan normal” yang berarti Amerika Serikat tidak akan ikut ambil bagian dalam hubungan internasional. Ia juga membuat hokum dan aturan negara. Salah satunya, pelarangan alkohol. Ini menandai dimulainya periode Pelarangan di Amerika Serikat.
Pelarangan dan Gangster
Sebelum Perang Dunia I, Women’s Christian Temperance Union dan kelompok penentang lainnya memperjuangkan kebijakan Pelarangan. Mereka berpendapat bahwa alkohol adalah minuman berbahaya yang dapat menghancurkan kehidupan keluarga dan memicu tindak kejahatan. Usaha ini membuat Amandemen ke-18 ditambah ke dalam Konstitusi Amerika Serikat pada 1920. Amandemen ini berisi pelarangan industri manufaktur, perjualan, dan transportasi minuman beralkohol di Amerika Serikat. Banyak orang berpikir bahwa aturan ini akan mengurangi tindak kejahatan. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Para gangster mendirikan kedai minum yang disebut speakeasy, tempat mereka menjual minuman selundupan atau illegal. Perang terbukan antargeng menjadi pemandangan yang umum, sementara korupsi di lembaga penegak hokum kerap terjadi. Ketika disadari bahwa kebijakan Pelarangan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, Amandemen ke-21 disahkan untuk mengakhiri kebijakan Pelarangan pada 1933.
Lonjakan dan Kegagalan
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, Amerika Serikat menarik diri dari panggung dunia dan melanjutkan kebijakan isolasi pada 1930-an, bahkan memperkenalkan kebijakan pembatasan imigrasi. Selama lonjakan ekonomi pada 1920-an, Amerika Serikat menjadi negara pertama di mana jutaan penduduknya mengendarai mobil, mendengarkan radio, dan dapat menyaksikan film. Masa ini merupakan pencapaian terbesar dalam bidang seni, termasuk pertumbuhan industri film Hollywood, dan kemajuan di bidang arsitektur. Garis langit New York terus berubah ketika semakin banyak gedung dibangun. Namun Raungan Abad ke-20 (Roaring Twenties), yaitu Era Musik Jazz, berakhir dengan runtuhnya bisnis dan ekonomi pada 1929. Untuk mengatasi pengangguran massal, Presiden Franklin Delano Roosevelt (1882-1945) menggunakan dana pemerintah dari pajak untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru guna mengatasi tingginya tingkat pengangguran.
Berakhirnya Kebijakan Isolasi
Presiden Roosevelt meneruskan kebijakan isolasi luar negeri hingga meletusnya perang di Eropa pada 1939. Kebijakan ini berakhir tiba-tiba saat Jepang menyerang Pearl Harbor, pelabuhan Angkatan Laut Amerika Serikat di Hawaii, Samudera Pasifik, pada 7 Desember 1941. Presiden Roosevelt menggambarkan 7 Desember sebagai “tanggal yang akan dikenang dengan kengerian”. Hari berikutnya, Kongres mengumumkan perang atas Jepang. Amerika Serikat ikut dalam Perang Dunia II dan politik isolasi pun berakhir.

Akibat Perang Dunia I


Kedatangan pasukan Amerika Serikat di Eropa pada 1917 memungkinkan Sekutu melancarkan serangan baru di Front Barat. Pada 1918, Rusia menarik diri dari perang, sehingga pasukan Jerman tidak lagi dibutuhkan di Front Timur. Sejak 1918, lebih dari 3,5 juta tentara Jerman bertempur di Front Barat. Pada bulan Maret, mereka berhasil menerobos parit dan bergerak menuju Paris. Prancis melakukan serangan balasan di bulan Juli. Pada bulan Agustus, tank-tank Inggris dapat melintasi garis pertahanan Jerman di Amiens. Ketika pasukan Amerika Serikat memasuki Prancis, Jerman pun menyerah.
Pada bulan Oktober, terjadi pertempuran di dekat perbatasan Jerman. Blokade laut menyebabkan kelaparan di Jerman. Pada 11 Nopember dini hari, Jerman menandatangani pelucutan senjata. Kaiser Wilhelm II diturunkan dari takhta. Pada “pukul sebelas, tanggal sebelas, bulan sebelas”, Perang Dunia I berakhir. Hampir 10 juta nyawa melayang dan lebih dari 20 juta orang terluka. Sebagian besar korban adalah pria muda. Keadaan ini menimbulkan perubahan struktur sosial di beberapa negara. Dampaknya, banyak wanita memperoleh lebih banyak persamaan dan kebebasan disbanding sebelum perang. Di banyak tempat, kaum wanita juga memperoleh hak untuk ikut memilih.
Perjanjian Versailles
Perang Dunia I secara resmi berakhir pada Konferensi Damai Paris yang pembahasannya berlangsung antara 1919 dan 1923. Semua negara yang terlibat dalam perang—kecuali Jerman—bertemu untuk menyusun perjanjian damai, tetapi yang paling dominan adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Italia. Ada lima perjanjian lain yang disusun terpisah.
Isi terpenting dari Perjanjian Versailles adalah Jerman dihukum atas keterlibatannya membayar kompensasi yang sangat besar kepada Sekutu. Wilayah kekuasaan Jerman dikurangi dan sejumlah tujuh juta penduduknya dipindahkan dari wilayah kekuasaan Jerman. Selain itu, Jerman harus menyerahkan seluruh koloninya di luar negeri dan mengurangi pasukannya menjadi hanya 100.000 prajurit. Ekonomi Jerman runtuh, mengakibatkan hiperinflasi. Negara-negara lain juga menderita ketika mereka berusaha membayar utang yang dipinjam selama masa perang. Ini memicu timbulnya pergolakan politik dan ekonomi.
Perselisihan lanjutan dipicu oleh perubahan batas wilayah internasional di Eropa menyusul runtuhnya Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Ottoman Turki.
Liga Bangsa-Bangsa
Konferensi Damai Paris juga menghasilkan Liga Bangsa-Bangsa, yang bertujuan menjaga agar dunia tetap aman dengan cara menyelesaikan sengketa lewat diskusi dan perjanjian. Liga ini gagal karena hanya memiliki sedikit kekuasaan setelah Amerika Serikat menolak bergabung dan masih terdapat persaingan di antara 53 negara anggota. Situasi ini memperlemah liga dan mengurangi pengaruhnya, sehingga menjelang akhir 1930-an, hanya sedikit negara yang memperdulikannya.

Adolf Hitler Membangun Imperium Jerman Ketiga (Third Reich)

Menyusul kekalahan Jerman pada tahun 1918, Kaiser Wilhelm II turun takhta dan melarikan diri ke Belanda. Jerman pun menjadi sebuah negara republik. Pemerintahan baru dipimpin dari kota Weimar, bukan Berlin. Sejak 1919 sampai tahun 1933, Jerman dikenal sebagai Republik Weimar. Pada pemilihan yang diadakan pada Januari 1919, Friedrich Ebert, seorang sosialis, menjadi presiden pertama. Di bawah pemerintahannya, Republik Weimar harus menerima persyaratan berat dari Perjanjian Versailles. Pada tahun 1922 sampai 1923, republik bertahan dari beberapa penggulingan, pertama oleh kaum komunis, kemudian melalui tekanan finansial, dan terakhir adalah revolusi politik yang dipimpin oleh seorang fasis Austria bernama Adolf Hitler (1889-1945).
Ebert wafat pada 1925 dan digantikan oleh Field Marshal Paul von Hindenberg (1847-1934) yang saat itu seudah berusia 78 tahun. Jerman bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa pada 1926. Depresi dunia terjadi pada 1930-an membawa masalah sosial dan keuangan besar bagi Jerman.
Munculnya Hitler dan Lahirnya Nazi
Pemilihan presiden berikutnya diadakan pada 1932, ketika Jerman berada dalam krisis ekonomi, dengan tingkat inflasi dan pengangguran sangat tinggi. Hindenberg terpilih lagi sebagai presiden, dengan Adolf Hitler, pemimpin Partai Nazi—Nationalsozialitische Deutsche Arbeiterpartei, Partai Buruh Nasional Sosialis Jerman—menempati posisi kedua. Di tengah banyaknya intimidasi dan kekerasan yang dipicu oleh para pengikut Hitler, Partai Nazi memenangi sebagian besar kursi di Reichstag (Parlemen Jerman). Von Hindenberg dengan enggan menunjuk Hitler sebagai kanselir pada 1933.
Ketika gedung Reichstag dibakar pada Pebruari, Hitler memegang kekuasaan darurat dan memerintahkan pemilihan ulang. Sejak April 1933, Hitler meraih kekuasaan absolut di Jerman, dan membentuk pemerintahan satu partai. Akibatnya, Jerman memutuskan untuk menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa.
Dalam peristiwa “Night of the Long Knives” pada Juni 1934, Hitler membunuh banyak lawan politiknya. Ketika Hindenberg wafat di bulan Agustus, Hitler diangkat sebagai Führer (Pemimpin) Third Reich (Imperium Jerman). Ia lalu melakukan pembalasan atas penindasan atas penghinaan yang diterima Jerman dalam Perjanjian Versailles dan menjadikan Jerman sebagai imperium yang kuat.
Anti-Semitisme
Menyalahkan Yahudi dan serikat pekerja atas persoalan yang membebani Jerman, Hitler dan Nazi pun mulai mengeksekusi mereka. Undang-Undang Nuremberg 1935 mencabut kewarganegaraan Jerman bagi warga Yahudi dan melarang mereka menikah dengan warga non-Yahudi. Banyak orang Yahudi dipaksa tinggal di ghetto (pemukiman kumuh) dan mengenakan bintang kuning sebagai tanda bahwa mereka orang Yahudi.
Dalam peristiwa Kristallnacht (‘Night of Broken Glass’) pada Nopember 1938, gerombolan Nazi menyerang property dan sinagoge orang Yahudi di seluruh Jerman. Sekitar 30.000 orang Yahudi ditahan, yang menjadi awal pembantaian besar-besaran kaum Yahudi di Jerman. Selama 7 tahun berikutnya, 6 juta orang Yahudi di seluruh Eropa dibunuh sebagai bagian dari rencana Hitler untuk memusnahkan ras Yahudi.
Ekspansi Militer Jerman
Pada 1935, Jerman mengabaikan isi Perjanjian Versailles yang mengharuskan Jerman melakukan pembatasan peralatan perang. Pada 1936, pasukan Jerman memasuki Rhineland, wilayah Jerman yang telah didemiliterisasi setelah berakhirnya Perang Dunia I. Jerman kemudian membentuk sekutu dengan fasis Italia dan penguasa militer Jepang. Pasukan Jerman juga terlibat dalam Perang Sipil Spanyol, di mana mereka mendukung kubu fasis yang dipimpin oleh Jenderal Francisco Franco (1892-1975).
Penggabungan Jerman dan Austria
Salah satu ambisi Hitler adalah mempersatukan Jerman dan Austria. Penggabungan ini telah dilarang oleh Perjanjian Versailles pada tahun 1919 karena Prancis dan negara lain berpikir bahwa hal itu akan membuat Jerman sangat kuat. Meski demikian, pada awal 1930-an, banyak penduduk Jerman dan Austria menginginkan persatuan kedua negara. Pada tahun 1934, kudeta Nazi di Austria mengalami kegagalan. Pada 1938, Hitler bertemu dengan Kanselir Austria, Kurt von Schuschnigg, dan mengajukan penawaran baru. Di tengah kekacauan dan ancaman dari pasukan Jerman atas negaranya, Schuschnigg setuju mengundurkan diri dan digantikan oleh Artur von Seyss-Inquart (1892-1946), pemimpin Nazi Austria. Artur meminta pasukan Jerman menduduki Austria. Hasilnya, persatuan kedua negara, disebut Anschluss, secara resmi diumumkan pada 13 Maret 1938.
Jerman mengancam Eropa Tengah
Hitler juga mengklaim sejumlah wilayah di Eropa yang banyak dihuni keturunan Jerman, yang dulunya diserahkan ke negara lain berdasarkan Perjanjian Versailles. Salah satu wilayah itu adalah Sudetenland di Cekoslovakia. Sebagai upaya menjaga perdamaian di Eropa, Perjanjian Munich ditandatangani pada tahun September 1938. Setelah penandatanganan Perjanjian Munich, Perdana Menteri Inggris, Neville Chamberlain, mengatakan, “Saya percaya bahwa sekarang adalah masa damai”.
Perjanjian ini memberikan wilayah Sudetenland kepada Jerman. Ini adalah bagian dari kelonggaran yang diberikan kepada Hitler, disebut sebagai “penenteraman”. Namun, itu tidak cukup bagi Hitler. Pada Maret 1939, pasukan Jerman menguasai seluruh wilayah Cekoslovakia. Muncul banyak protes atas tindakan Jerman ini, tetapi tidak ada sanksi apapun. Hitler ingin mempersatukan semua penduduk Jerman ke dalam Jerman Raya. Ini adalah bagian terpenting dari visinya tentang Imperium Jerman Ketika (Third Reich).