Tuesday, October 2, 2012

Magna Carta

Sepanjang sejarah, ada raja baik dan ada raja yang buruk. Ada raja yang murah hati dan bijak, namun ada juga yang berhati jahat dan ingin membalas dendam. Namun, sampai abad ke-13, pada umumnya, hanya ada raja-raja yang berkuasa secara mutlak. Bahkan dalam kasus raja-raja yang mengenal kebenaran seperti Hammurabi dan Asoka sekalipun, raja tetap raja, dan maklumatnya berperan sebagai hukum bagi seluruh penduduk negerinya. Pada hakekatnya, semua hukum di Eropa, kecuali yang dimaklumatkan di Gereja, diwariskan dari raja menurut kebijaksanaannya sendiri. Ia dapat memungut pajak apabila ia menganggap itu cocok dan memenjarakan siapa pun yang berani mengkritik dirinya.

Seorang penguasa yang amat kejam adalah Raja John (1167-1216) dari Inggris yang menggantikan ayahnya, Richard I si Hati Singa (Richard the Lion Heart) (1157-1199), pada tahun 1199. John berhati tamak, tidak layak dipercaya, dan tidak cakap. Ia gagal dalam upayanya untuk mempertahankan jajahan-jajahan Inggris di Perancis, dan ia membuat marah setiap orang, dari paus yang bergelar Paus Tak Berdosa II sampai rakyat Inggris sendiri, termasuk para bangsawan Inggris yang ia kenai pajak tanpa belas kasihan. Mereka yang menentang kekuasaan John berasal dari setiap segmen masyarakat. Akhirnya, para bangsawan dan pemilik tanah memberi dia ultimatum, dengan didesaknya agar menyetujui tuntutan-tuntutan mereka untuk lebih banyak mengendalikan pemerintahan yang mereka dukung melalui pembayaran pajak. Dengan mengerahkan kekuasaan dan pengaruh mereka sendiri yang dapat dipertimbangkan, mereka akhirnya mampu memaksa raja untuk menaruh perhatian pada tuntutan-tuntutan mereka.
Dengan enggan, Raja John menemui mereka di sebuah lapangan dekat Windsor yang bernama Runnymede pada 15 Juni 1215 dan ia disodori Piagam Agung mereka atau yang dalam bahasa aslinya disebut Magna Carta. Dokumen ini, yang mereka minta agar ditandatangani oleh raja, adalah sebuah ikhtisar yang terdiri atas 63 bagian yang memuat hak-hak yang harus diberikan untuk “memerdekakan manusia”.
“Saya tidak akan memberikan kemerdekaan yang akan membuat saya menjadi budak!” Raja John mencemooh. Namun di bawah ancaman, ia menandatangani piagam itu, karena para bangsawan tidak memberi dia pilihan.
Magna Carta masih diakui sebagai landasan sistem hukum di Inggris, dan bahkan menjadi sistem hukum di banyak tempat di dunia–termasuk Amerika Utara. Piagam ini menetapkan banyak sekali hak yang melindungi individu, termasuk hak untuk mengadakan persidangan oleh juri, bahwa hukuman yang dijatuhkan harus sebanding dengan tindakan kejahatan dan bahwa pajak harus dilandaskan pada penghasilan adil dan proposional. Meskipun demikian, yang paling penting, keberhasilan yang langgeng dari Magna Carta adalah bahwa piagam ini memastikan bahwa raja tidak lagi lebih tinggi dari hukum melainkan bertanggung jawab terhadap hukum dan adat kebiasaan dari negeri itu sama seperti setiap warga yang lain.

0 komentar:

Post a Comment