Sunday, September 16, 2012

Bangkitnya Charlemagne

Selama berabad-abad setelah tumbangnya Kekaisaran Romawi pada tahun 476, wilayah-wilayah pecahan dari bekas kekaisaran berubah menjadi pemerintah-pemerintah yang berdiri sendiri-sendiri dan dipimpin oleh raja-raja yang sangat terkenal yang namanya sampai sekarang menjadi legendaris. Theodoric yang Agung (454-526) memerintah Kerajaan Ostrogoth di Italia, Clovis (466-511) memimpin bangsa Frank di wilayah yang sekarang yang bernama Perancis, Justinian yang Agung (483-565) memerintah di Byzantium atas bekas Kekaisaran Romawi Timur, dan Raja Arthur (?-537) menerima tamu-tamu kerajaan di Camelot, Inggris.

Meskipun demikian, ketika Eropa kehilangan kesatuan Kekaisaran Romawi dan menjadi sebuah lahan dari campur-aduknya kerajaan-kerajaan yang bertikai, Eropa mengalami kemunduran dari segi budaya. Dengan cara ini dimulailah Abad Pertengahan atau, sebagaimana yang pernah digambarkan, Abad Kegelapan.
Kecuali Spanyol yang diperintah oleh bangsa Moor yang beragama Islam, Eropa terpecah-pecah secara politis namun disatukan dalam segi agama sebagai orang Kristen. Sementara tempat kediaman para paus di Roma tetap merupakan pusat agama di Eropa, bangsa Frank di Eropa utara muncul sebagai kekuatan militer dan sekuler yang paling dahsyat. Menjelang akhir abad ke-8, pemimpin mereka yang paling berkuasa adalah Charlemagne (742-814) yang berusia 26 tahun (kata dalam bahasa Perancis untuk Charles yang Agung) yang sekarang dianggap sebagai salah satu penguasa terhebat dalam sejarah Eropa. Perlawanan yang paling besar datang dari raja Italia, Desiderius, yang menginginkan agar Paus Adrianus I (?-795) memahkotai anak-anak yang masih di bawah umur dari para pendahulu Charlemagne sebagai raja untuk wilayah-wilayah pecahan kerajaan Frank.
Setelah Charlemagne mengalahkan Desiderius, ia mengkosolidasikan sebagian besar dari negara-negara di bagian utara Italia yang dikuasai bangsa Frank. Charlemagne kemudian pergi ke Roma untuk bertemu dengan paus dan ia mendapati bahwa strategi-strategi jangka panjang mereka sangat cocok satu sama lain. Sasaran Charlemagne adalah menjadi pemimpin dari sebuah kekaisaran sebesar Kekaisaran Romawi lama, dan Adrianus I menginginkan sebuah kekuatan politis yang dominan dan bersatu untuk memerintah Eropa yang akan bersekutu dengan Gereja dan dapat berperan dalam melindungi serta memperluas umat Kristen dengan cara yang digunakan oleh bangsa Moor ketika menyebarkan agama Islam.
Dengan mendapat restu dari paus secara agama dann politis, Charlemagne menguasai banyak bagian dari wilayah Denmark, Jerman, dan Eropa tengah dan ia menambahkan semua bagian itu kepada sebuah kekaisaran yang sudah mencakup Perancis dan sebagian besar Italia. Ia juga merebut kembali sejumlah wilayah Spanyol dari tangan bangsa Moor. Pada hari Natal tahun 800, ketika sedang menghadiri Misa di Roma, Charlemagne secara tidak diduga-duga dimahkotai sebagai “Kaisar Bangsa Romawi” oleh pengganti Adrianus, Paus Leo III (751-816). Kekaisaran Romawi Barat, yang tidak eksis selama 325 tahun, kembali tampil, kali ini sebagai Kekaisaran Romawi Suci (kendati secara resmi, nama ini belum diperkenalkan). Meskipun Charlemagne tidak diakui oleh Kaisar Romawi Timur (Byzantium) sampai 812, Charlemagne langsung mendapat rasa hormat dari sebagian besar bangsa-bangsa yang mendiami kekaisarannya. Dan, hal ini memungkinkan Eropa untuk sekali lagi mengalami Pax Romana yang timbul dari sebuah lingkungan yang dipersatukan dan, yang pada dasarnya, damai sejahtera. Oleh karena ini, pemerintahan Charlemagne dapat dikatakan telah menjadi suatu masa yang cerah di tengah-tengah gelapnya Abad Kegelapan.

0 komentar:

Post a Comment