Kuil Karnak adalah kuil terbesar di zaman Mesir kuno
selama berabad-abad. Kuil Karnak bersama Kuil Luxor menjadi pusat peribadatan
masyarakat Mesir di zaman firaun. Kedua kuil ini terletak di kota Luxor atau
pada zaman Mesir kuno disebut Thebes. Di sinilah para penganut agama pagan
mengadakan festival tahunan yang sangat meriah, yang disebut Festival Opet.
Jarak antara Kuil Karnak dan Kuil Luxor sekitar tiga
kilometer. Karnak di utara, sedangkan Luxor di selatan. Kedua tempat itu
menjadi rute arak-arakan umat pagan sambil membawa patung dewa matahari, Amun Ra. Amun adalah dewa perang yang gagah perkasa, sedangkan Ra adalah dewa matahari. Maka, dalam
mitologi Mesir kuno, Amun Ra dipahami
sebagai Raja Dewa Matahari atau rajanya para Tuhan–King of Gods.
Sang Amun Ra
diusung di atas sebuah replica kapal bersama istrinya, Mut, dan anaknya, Khons.
Mereka menjadi trinitas di agama Mesir kuno, yang kemudian diadaptasi oleh
sejumlah agama sesudahnya. Keramaian festival tahunan itu diabadikan di
dinding-dinding Kuil Luxor, selatan Karnak.
Di antaranya, ada sejumlah artis yang terlihat melakukan akrobat dalam
irama pukulan gendering.
Jika kita memasuki Kuil Karnak, kita akan merasa
kecil. Kompleksnya sangat luas, berukuran 1,5 km kali 800 meter, dan bisa
menampung hingga 80 ribu peziarah. Dari kejauhan sudah tampak pintu gerbangnya
yang megah. Jauh lebih megah Kuil Abu Simbel. Pilar-pilarnya yang besar
berjumlah 134 buah menjulang ke angkasa.
Memasuki halaman depan kuil, terdapat deretan patung
domba berbadan singa. Bentuknya mirip patung Spinx–singa berkepala manusia–di Piramida Giza. Cukup terasa
kolosalnya. Kawasan ini disebut Thariqul
Kibasy alias Jalan Domba.
Di ujung Jalan Domba, di sinilah pintu gerbang utama
berada. Pintu gerbangnya berupa gapura yang menjulang puluhan meter di kanan
dan kiri jalan utama. Gapura ini dihiasi dengan ornamen khas Mesir kuno dan
huruf-huruf hieroglif yang bercerita sejarah masa lampau. Warnanya cokelat
tanah, khas kawasan padang pasir.
Melewati gapura raksasa, terdapat lorong pilar-pilar
raksasa. Ratusan pilar itu berdiameter lebih besar dari pelukan tiga orang
dewasa. Lorong hutan pilar itu kira-kira sejauh 100 meter dan berhenti di
sebuah lapangan luas yang biasa dipakai untuk menggelar berbagai acara ibadah.
Di sebelah kirinya terdapat kolam penyucian. Di sebelahnya lagi adalah
ruang-ruang pendeta yang konon berjumlah ribuan orang dan tinggal di kuil itu
juga.
Bangunan kuil raksasa ini memiliki ruang yang banyak
dan luas. Menurut catatan sejarah, itu adalah perluasan yang dilakukan para
Firaun sepanjang beberapa dinasti kekuasaannya, dalam rentang waktu 1.500
tahun. Yakni, mulai tahun 2000 SM hingga 500 SM. Kemegahan Kuil Karnak juga
terlihat dari namanya. Dalam bahasa Mesir kuno Ipet-Isut berarti tempat paling sempurna.
Kuil yang menjadi pusat peribadatan agama pagan
selama berabad-abad itu menjadikan Dewa Matahari sebagai Tuhan tertingginya.
Tapi, mereka juga menyembah dewa-dewa yang lebih kecil kekuasaanya. Karena itu,
Kota Luxor dikenal sebagai tempat bersemayamnya Amun Ra, Dewa Matahari. Luxor yang berasal dari bahasa Arab al Aqshar yang berarti istana-istana
raja itu memang identik dengan Amun Ra.
Sedangkan nama asli Kota Luxor dalam bahasa Mesir kuno adalah Thebes.
Bila dibandingkan dengan Kuil Abu Simbel, Kuil
Karnak jauh lebih megah dan lebih luas. Sebab, Kuil Abu Simbel memang
dipersembahkan hanya untuk satu firaun, yaitu Ramses II beserta istrinya.
Sedangkan Kuil Karnak dan Luxor dipersembahkan kepada sekian banyak firaun yang
berkuasa beberapa abad di era New Kingdom.
Setiap firaun yang berkuasa selalu memberikan sentuhan untuk menambah dan
mempercantik kuil, sehingga semakin lama tempat peribadatan itu semakin besar
dan megah. Apalagi, kedua kuil itu berada di ibukota kerajaan.
Sedemikian megah kuil dan Kerajaan Firaun, tapi toh tak tahan juga melawan waktu. Kuil
yang mulai dibangun pada 2000 SM itu berakhir runtuh seiring dengan jatuhnya
Kerajaan Mesir ke tangan orang-orang asing yang menjarahnya. Di antaranya
bangsa Libya, kemudian suku Nubia, bangsa Persia, dan bangsa Yunani yang
dipimpin oleh Alexander yang Agung atau Iskandar Zulkarnaen. Di bawah
pemerintahan orang Yunani inilah ibukota Mesir, Luxor, dipindah ke Alexandria
di tepi laut Mediterania sampai 1.000 tahun kemudian. Nama kota Alexandria
diambil dari nama Alexander yang Agung atau yang kita kenal juga sebagai
Iskandariyah–di ambil dari nama Iskandar Zulkarnaen.
0 komentar:
Post a Comment