Akhetaten adalah yang dulu menjadi pusat kerajaan
Mesir kuno selama 16 tahun (1352-1336 SM) setelah Luxor. Rajanya bernama
Ikhnaton, ayah Tutankhamun yang muminya menghebohkan karena berhias 120 kg
emas.
Ada cerita menarik di sekitar Firaun Ikhnaton
sehingga dirinya memindahkan ibukota Luxor ke kota yang sama sekali baru, yang
dinamai Akhetaten. Ternyata, firaun kesepuluh dari dinasti kedelapanbelas itu
berpindah agama, dari agama pagan yang menyembah matahari ke agama tauhid yang
menyembah Tuhan Yang Esa.
Ikhnaton terlahir dengan nama Amenhotep IV. Dia
adalah anak Amenhotep III yang menyembah dewa matahari. Karena itu, namanya
mengandung kata amun atau amen yang terkait dengan Amun Ra, sang Dewa Matahari. Dalam
perjalanan spiritual, Amenhotep kemudian mengubah keyakinannya. Dia membelot
dan mengubah namanya Ikhnaton, yang bermakna pelayan Tuhan Yang Esa. Tuhannya
bukan lagi Amun, melainkan Aton, sang
pencipta matahari. Menurut beberapa kalangan, Amenhotep berpindah agama karena
dipengaruhi ibunya Qunty, yang konon keturunan Nabi Yusuf.
Dia lantas memindahkan ibukota Kerajaan Mesir dari
Luxor ke Akhetaten, kota yang dibangun dari nol. Sebuah kota di pinggiran
Sungai Nil yang indah. Di situlah Ikhnaton mengembangkan agama tauhid selama 15
tahun masa pemerintahannya, didampingi istrinya yang terkenal cantik dan baik
hati, Ratu Nefertiti.
Di bawah kepemimpinan Ikhnaton dan Nefertiti, Mesir
mengalami masa transisi, termasuk revolusi dalam beragama. Ciri kuil-kuil yang
dia bangun di sekitar Akhetaten berbeda dengan Kuil Karnak dan Luxor yang
cenderung gelap karena tertutup atap dan pilar-pilar raksasa. Kuil Ikhnaton
bernuansa terang dengan filosofi membiarkan matahari menyinari ruang-ruang di
dalamnya.
Tetapi, pemindahan ibukota kerajaan tersebut membuat
para pendeta pagan yang menguasai Kuil Karnak dan Luxor geram. Karena itu,
mereka mencari cara untuk menghalangi berkembangnya kekuasaan dan agama
Ikhnaton. Momentum besar mereka dapatkan ketika Ikhnaton meninggal. Saat itu,
anaknya, Tutankhaton, masih kecil. Dengan cerdik para pendeta pagan memengaruhi
pejabat-pejabat kerajaan agar memilih menantu Ikhnaton yang bernama Smenkhkare
sebagai pejabat sementara sambil menunggu Tutankhaton cukup umur.
Sekitar dua tahun masa transisi itu, Tutankhaton
dilantik sebagai firaun dalam usia yang masih sangat muda, sembilan tahun. Para
pendeta pagan yang berada di balik skenario tersebut bisa mengembalikan
pengaruh agama pagan ke dalam istana. Maka, nama Tutankhaton diubah menjadi
Tutankhamun. Kata Aton yang bermakna Tuhan Yang Esa diganti menjadi Amun yang
bermakna dewa matahari. Sejak itu, ibukota kerajaan berpindah lagi ke Luxor.
Tutankhamun tidak bertahan lama dalam kekuasaan tersebut. Dia mati secara
misterius dalam usia yang masih sangat muda, 18 tahun. Dia dimakamkan di Lembah
Raja, sebagaimana jenazah para firaun.
Sedangkan kota Akhetaten dibumihanguskan oleh para
pendeta pagan, sehancur-hancurnya. Kota indah di tepi Sungai Nil itu kini
hilang dari peta dan berganti menjadi Tell Al Amarna.
0 komentar:
Post a Comment