Cina,
seperti sebelum dan sesudah puncak kekuasaan Kekaisaran Romawi, adalah gabungan
kota-kota mandiri yang feodal, yang berbeda-beda dari segi politik, dan yang
diperintah oleh para tuan tanah yang saling bersaing. Kota-kota mandiri ini
disatukan hanya oleh sebuah budaya yang memiliki kesamaan umum yang sudah
muncul semasa Dinasti Zhou dan eksis di Lembah Sungai Yangtze setelah tahun 770
SM. Lebih daripada itu, dinasti tersebut juga sudah menggunakan suatu pengaruh
budaya, kalau bukan pengaruh politis, yang langgeng terhadap bagian-bagian
wilayah lain di Cina.
Agaknya,
pengaruh terbesar terhadap budaya Cina semasa kurun waktu ini–dan mungkin
selamanya–adalah tulisan-tulisan dari filsuf Kong Hu Chu (551-479 SM), yang lebih
dikenal dengan nama Latinnya, Confusius. Filosofinya, yang masih diikuti
sebagai sebuah agama oleh 5,2 juta orang, menekankan pentingnya suatu tatanan
social yang harmonis pada tingkat nasional maupun perorangan.
Setelah
kematiannya, Cina terpecah-belah secara politis dan memasuki Periode
Negara-negara yang Berperang (+ 403-221 SM). Kurun waktu itu berakhir
dengan lahirnya Dinasti Qin (221-210 SM), di mana Shi Huangdi (259-210 SM) yang
kuat–dikenal sebagai “Kaisar Pertama”–berhasil menyatukan Cina untuk pertama
kalinya dalam sejarah. Ia memperkenalkan pemerintahan sentralisasi,
menyelenggarakan sensus penduduk dan membakukan mata uang logam, bahasa
tulisan, hukum, ukuran berat serta timbangan. Ia juga mengalami pembuatan
Tembok Besar Cina, proyek pembangunan terbesar yang pernah dikerjakan oleh
tangan manusia sebelum pertengahan abad ke-19. Pada sisi negatifnya, Shi
Huangdi diingat sebagai raja lalim yang otoriter yang menjalankan suatu upaya
yang diselenggarakan atas persetujuan bersama untuk membasmi Konfusiusme,
sebuah tujuan yang hanya sanggup dicapai sebagaian raja.
Pemerintahan
Shi Huangdi digantikan oleh Dinasti Han, yang memetik manfaat dari sistem
sentralisasi, namun secara bertahap ia memperkenalkan Konfusiusme kembali.
Dinasti Han selanjutnya membertuk sistem tatanan sosial dan politik Mandarin,
yang tetap digunakan sebagai landasan masyarakat Cina bahkan tetap dipelihara
di bawah kepemimpinan Dinasti Qing (Manchu) (1644-1922) hingga Komunis
mengambil alih kekuasaan pada tahun 1949. Dinasti Han sendiri berlangsung lebih
dari 400 tahun, yaitu hingga tahun 220 Masehi. Semasa kurun waktu ini segala
bentuk seni dan ilmu–dari kesusastraan dan lukisan hingga astronomi dan
matematika–berkembang pesat.
0 komentar:
Post a Comment