Kini, mencetak banyak eksemplar dari sebuah dokumen
yang spesifik, adalah sesuatu yang kita anggap wajar sebagai unsur yang
esensial dalam komunikasi tertulis maupun lisan. Padahal, selama 5000 tahun
sejak abjad pertama kali hingga digunakan hingga pertengahan abad ke-15 setiap
dokumen tertulis yang ada di manapun di muka bumi–dengan pengecualian beberapa
buah di Cina–adalah orisinil. Jika dibutuhkan beragam contoh dari sebuah naskah
asli, contoh-contoh ini harus disalin dengan tulisan tangan, sebuah tugas berat
yang bisa memakan waktu sampai bertahun-tahun. Di Eropa masa Abad Pertengahan,
banyak biarawan mempersembahkan seluruh masa hidupnya untuk menyalin Alkitab
termasuk banyak dokumen penting lain.
Cetak-mencetak–suatu proses yang menggunakan
mekanisasi untuk memperbanyak dokumen tertulis–dimulai dengan lahirnya gagasan
mengukir kayu untuk menggambarkan huruf-huruf ataupun kata-kata, mengolesinya
dengan tinta dan kemudian menempelkan hasil ukiran itu pada permukaan kertas
atau material-material lain. Bi Zheng (Pi Cheng) di Cina diakui secara umum
sebagai pencipta keterampilan cetak-mencetak. Tahun 1041, ia mencetak
dokumen-dokumennya yang pertama dengan menggunakan cetakan huruf, yang sudah ia
bakar dalam tanah liat dan kemudian dibentuk menjadi kalimat. Proses Bi Zheng
diperbaiki oleh Wang Zhen pada tahun 1298, yang membuat huruf-hurufnya dari
kayu keras dan selanjutnya mencetak buku-buku dan bahkan surat kabar.
Sementara perdagangan yang dilakukan orang Eropa
dengan Cina meluas dan berkembang selama beberapa abad berikutnya, proses
cetak-mencetak mulai dikenal di dunia Barat. Tahun 1423, Laurence Janszoon
Coster (1370-1440) dari Belanda mengeksperimenkan cetak-mencetak abjad Romawi
dengan menggunakan huruf-huruf yang terbuat dari logam untuk menghasilkan
sebuah piring cetak tanah liat. Metode-metode ini merupakan sebuah kemajuan
pesat dibandingkan menyalin naskah dengan tangan. Meskipun demikian, sampai
saat itu, metode ini masih sulit diterapkan. Tahun 1436, seorang berkebangsaan Jerman
bernama Johann Gutenberg (1400-1468) yang ketika itu berusia 39 tahun mulai
memanfaatkan penggunaan mesin–mesin cetak–yang membuat cetak-mencetak menjadi
proses yang jauh lebih cepat dan lebih ekonomis. Ia menggandakan sejumlah
penyesuaian dan perubahan terhadap gagasan Bi Zheng untuk memindah-mindahkan
dan menggabungkan huruf-huruf yang jumlahnya mencapai ratusan hingga memenuhi
halaman kosong. Gutenberg menerbitkan edisi pertama Alkitab yang diproduksi
secara missal di Mainz, Jerman, pada tahun 1456, dan dalam kurun waktu beberapa
dasawarsa, mesin-mesin cetak beroperasi di seluruh Eropa.
Boleh jadi Gutenberg tidak menciptakan
cetak-mencetak namun ia mempercepat lahirnya mesin cetak yang mencetuskan
perubahan secara mendasar yang terbesar dalam sejarah komunikasi
antarmanusia–sebuah dampak yang lebih besar dari apa pun yang pernah ada
sebelumnya dan yang lebih jauh jangkauannya dibandingkan apa pun yang akan
terjadi dalam kurun waktu 500 tahun berikutnya.
0 komentar:
Post a Comment