Wednesday, January 16, 2013

Pemberontakan Kaum Yakobit Skotlandia

Pada awal abad ke-18, kesengsaraan orang Skotlandia mendorong klaim keluarga Stuart atas takhta Inggris, memicu pecahnya dua pemberontakan orang Skotlandia.
Ketika Raja James II wafat pada 1688, keluarga Stuart kehilangan cengkraman atas takhta Inggris. Penduduk pegunungan Skotlandia menginginkan seorang Raja Skotlandia. Sementara itu, orang Inggris dengan sengaja berusaha menghancurkan sistem klan penduduk pegunungan, menuntut para laird (kepala klan) untuk berada jauh dari rumah mereka di Edinburg atau London. Akibatnya, para laird memerlukan lebih banyak uang sehingga mereka menaikkan sewa dan mulai mengusir penduduk. Ikatan kekeluargaan di berbagai klan hancur, dan anggota klan menjadi penyewa, tanpa hak sebagai anggota klan.
Di Inggris, Ratu Anne wafat pada 1714. Sepupunya, George dari Hanover (Jerman) menjadi raja baru. George adalah buyut James I dari Inggris yang Protestan, tetapi ia orang asing. Beberapa pihak merasa James Stuart yang berdarah Skotlandia memiliki hak lebih besar. Ia bukan hanya anggota keluarga Stuart, tetapi juga seorang Katolik. Selain itu, banyak orang Skotlandia tidak senang karena negeri mereka disatukan dengan Inggris untuk membentuk United Kingdom (Kerajaan Bersatu) pada 1707. Kaum Yakobit menyerbu Inggris pada 1715, tetapi dikalahkan di Preston, Lancashire.
Kaum Yakobit mendukung James Stuart. Mereka merencanakan pemberontakan di Inggris dari Skotlandia, tetapi gagal. James Stuart kembali dari Prancis, tetapi terlambat: 26 prajurit dihukum mati dan 700 lainnya dikirim ke Hindia Barat sebagai hukuman. Pada 1745, terjadi pemberontakan lainnya. Anak James, Charles Edward Stuart, yang dikenal sebagai “Bonnie Prince Charlie”, secara diam-diam mendarat di barat-laut Skotlandia dan memimpin pemberontakan ’45. Setelah menaklukkan Skotlandia, tentaranya menyerbu Inggris. Mereka mencapai Derby, tetapi tidak dapat bergerak lebih ke selatan. Pada 1746, kaum Yakobit dikalahkan dalam pertempuran di Culledon.
Bonnie Prince Charlie melarikan diri, kembali ke Prancis dengan menyamar. Inggris menguasai Dataran Tinggi, dan pembalasan mereka secara kejam. Para laird Dataran Tinggi dihukum mati dan anggota klan dilarang mengenakan kilt (rok Skotlandia) maupun memainkan bagpipes (alat musik tradisional Skotlandia). Selama bertahun-tahun, tanah klan secara paksa dikosongkan dari penghuni untuk dijadikan lahan merumput bagi kawanan domba, guna memperoleh uang dengan memasok wol ke Inggris. Anggota klan dikirim untuk tinggal di sejumlah kota, Ulster atau wilayah koloni.

0 komentar:

Post a Comment