Sunday, April 13, 2014

Perang Dunia I: Front Barat


Dipicu oleh terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand, Perang Dunia I secara resmi dimulai dengan serentetan deklarasi perang terhadap Jerman pada tanggal 4 Agustus. Meskipun harus menghadapi Rusia di timur dan Prancis di barat, Jerman betul-betul merupakan bangsa yang terbaik dalam persiapannya untuk terlibat dalam peperangan itu. Jerman adalah negara dengan tentara terbesar dan paling profesional pada saat itu. Para komandannya percaya diri bahwa mereka akan meraih kemenangan dengan mudah apabila mereka bergerak cepat. Ini menuntun Jerman melakukan pelanggaran terhadap kenetralan Belgia dan wilayahnya sangat kecil dengan menyerang Prancis di sepanjang dataran-dataran rendah Flanders (wilayah utara Belgia). Jalinan yang erat antara Inggris dengan Belgia (kedua raja berkerabat dekat, saudara senenek), membuat tindakan ini menjadi pemicu yang melemparkan Inggris ke kancah perang.
Dengan semangat dan gairah yang menggebu-gebu, negara-negara besar di Eropa kemudian melibatkan diri ke dalam apa yang ditakdirkan untuk menjadi perang yang paling dahsyat dalam sejarah. Mereka yang keranjingan untuk menyaksikan bendera yang dikibarkan serta pakaian seragam yang berparade di bawah sinar matahari musim panas tidak menghiraukan akibat fatal yang ditimbulkan oleh persenjataan generasi mutakhir—dari senapan mesin sampai gas beracun. Digunakan untuk pertama kalinya dalam sebuah pertikaian besar, senjata-senjata tersebut membuat perang yang baru meletus itu menjadi sebuah peristiwa yang mengerikan dan sangat jauh dari sikap ksatria.
Negara-negara Inggris, Prancis, Rusia, dan Belgia yang kecil berhadapan dengan Jerman dan Austria-Hongaria. Sementara itu, Italia, yang secara teknis bersekutu dengan Austria-Hongaria, menanggapi pendapat masyarakat dalam negeri yang menghimbau agar negara tersebut memerangi Austria sehingga dapat merebut kembali kekuasaan atas sejumlah wilayah di Austria yang penduduknya berbahasa Italia.
Pertempuran Marne yang Pertama
Strategi Jerman mewajibkan bahwa Prancis kalah dalam waktu singkat, sama seperti yang terjadi pada tahun 1870, diikuti sebuah serangan terhadap Rusia, yang merupakan negara yang kesiagaan perangnya paling kecil dibandingkan negara-negara lain di Eropa. Jerman mencaplok Belgia dalam waktu dua minggu dan bergerak kea rah barat menuju Prancis sambil menjalankan rencana pertempuran yang dirancang oleh Panglima Tertinggi Alfred Count von Schlieffen (1833-1913). Langkah ini mengharuskan adanya gerak cepat, dengan sayap kiri yang mengambil ancang-ancang dari Metz dan sayap kanan yang terlebih dahulu menembus Belgia untuk tiba di Paris. Rancangan ini mewajibkan bahwa semua pasukan dipusatkan di bagian kanan, namun Jenderal Helmut von Molke (1848-1916), yang ditugasi untuk menerapkan rancangan tersebut, gagal untuk melakukannya. Walaupun rancangan von Schlieffen berhasil pada awalnya, dan sayap kanan tiba di Paris sebelum terlambat, pasukan-pasukan penyerang tersandung. Ketika pasukan Prancis dan Inggris membuat serangan balik sepanjang tepi Sungai Marne pada tanggal 6-9 September, langkah pasukan Jerman terhenti dan tidak pernah memiliki semangat lagi.
Jalan Buntu
Pasukan Inggris dan Prancis menghadang pasukan Jerman, namun tidak memiliki cukup kekuatan untuk membuatnya mundur. Kedua negara akhirnya membuat parit yang terbentang dari Laut Utara hingga ke perbatasan Swiss. Demikianlah, apa yang tadinya terlihat sebagai kemenangan pasukan Jerman yang diperoleh dalam waktu singkat, kurang dari 60 hari, berubah menjadi jalan buntu berdarah yang berlangsung selama empat tahun.

0 komentar:

Post a Comment