Dipicu
oleh terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand, Perang Dunia I secara resmi dimulai
dengan serentetan deklarasi perang terhadap Jerman pada tanggal 4 Agustus.
Meskipun harus menghadapi Rusia di timur dan Prancis di barat, Jerman
betul-betul merupakan bangsa yang terbaik dalam persiapannya untuk terlibat
dalam peperangan itu. Jerman adalah negara dengan tentara terbesar dan paling
profesional pada saat itu. Para komandannya percaya diri bahwa mereka akan
meraih kemenangan dengan mudah apabila mereka bergerak cepat. Ini menuntun
Jerman melakukan pelanggaran terhadap kenetralan Belgia dan wilayahnya sangat
kecil dengan menyerang Prancis di sepanjang dataran-dataran rendah Flanders
(wilayah utara Belgia). Jalinan yang erat antara Inggris dengan Belgia (kedua
raja berkerabat dekat, saudara senenek), membuat tindakan ini menjadi pemicu
yang melemparkan Inggris ke kancah perang.
Dengan
semangat dan gairah yang menggebu-gebu, negara-negara besar di Eropa kemudian
melibatkan diri ke dalam apa yang ditakdirkan untuk menjadi perang yang paling
dahsyat dalam sejarah. Mereka yang keranjingan untuk menyaksikan bendera yang
dikibarkan serta pakaian seragam yang berparade di bawah sinar matahari musim
panas tidak menghiraukan akibat fatal yang ditimbulkan oleh persenjataan
generasi mutakhir—dari senapan mesin sampai gas beracun. Digunakan untuk
pertama kalinya dalam sebuah pertikaian besar, senjata-senjata tersebut membuat
perang yang baru meletus itu menjadi sebuah peristiwa yang mengerikan dan
sangat jauh dari sikap ksatria.
Negara-negara
Inggris, Prancis, Rusia, dan Belgia yang kecil berhadapan dengan Jerman dan
Austria-Hongaria. Sementara itu, Italia, yang secara teknis bersekutu dengan
Austria-Hongaria, menanggapi pendapat masyarakat dalam negeri yang menghimbau
agar negara tersebut memerangi Austria sehingga dapat merebut kembali kekuasaan
atas sejumlah wilayah di Austria yang penduduknya berbahasa Italia.
Pertempuran
Marne yang Pertama
Strategi
Jerman mewajibkan bahwa Prancis kalah dalam waktu singkat, sama seperti yang
terjadi pada tahun 1870, diikuti sebuah serangan terhadap Rusia, yang merupakan
negara yang kesiagaan perangnya paling kecil dibandingkan negara-negara lain di
Eropa. Jerman mencaplok Belgia dalam waktu dua minggu dan bergerak kea rah
barat menuju Prancis sambil menjalankan rencana pertempuran yang dirancang oleh
Panglima Tertinggi Alfred Count von Schlieffen (1833-1913). Langkah ini
mengharuskan adanya gerak cepat, dengan sayap kiri yang mengambil ancang-ancang
dari Metz dan sayap kanan yang terlebih dahulu menembus Belgia untuk tiba di
Paris. Rancangan ini mewajibkan bahwa semua pasukan dipusatkan di bagian kanan,
namun Jenderal Helmut von Molke (1848-1916), yang ditugasi untuk menerapkan
rancangan tersebut, gagal untuk melakukannya. Walaupun rancangan von Schlieffen
berhasil pada awalnya, dan sayap kanan tiba di Paris sebelum terlambat,
pasukan-pasukan penyerang tersandung. Ketika pasukan Prancis dan Inggris
membuat serangan balik sepanjang tepi Sungai Marne pada tanggal 6-9 September,
langkah pasukan Jerman terhenti dan tidak pernah memiliki semangat lagi.
Jalan
Buntu
Pasukan
Inggris dan Prancis menghadang pasukan Jerman, namun tidak memiliki cukup
kekuatan untuk membuatnya mundur. Kedua negara akhirnya membuat parit yang terbentang
dari Laut Utara hingga ke perbatasan Swiss. Demikianlah, apa yang tadinya
terlihat sebagai kemenangan pasukan Jerman yang diperoleh dalam waktu singkat,
kurang dari 60 hari, berubah menjadi jalan buntu berdarah yang berlangsung
selama empat tahun.
0 komentar:
Post a Comment