Sunday, April 13, 2014

Bangkitnya Adolf Hitler


Persyaratan keras yang diberlakukan pada Jerman oleh pihak sekutu dalam Perjanjian Versailles pada akhir Perang Dunia I menciptakan sebuah situasi yang amat sulit dan suasana hati yang sangat putus asa di kalangan rakyat Jerman. Kaiser Wilhelm II (1859-1941) turun takhta pada tahun 1918, meniggalkan Jerman tanpa pemimpin. Selanjutnya, kekosongan ini diisi oleh sebuah republik yang lemah di bawah Konstitusi Weimar tahun 1919. Dikondisikan untuk diperintah oleh sebuah monarki yang kuat, harapan rakyat Jerman dipatahkan oleh Republik Weimar yang tampaknya tidak efektif, yang mereka lihat sebagai sesuatu yang wajib mereka terima sebagai akibat kekalahan mereka di medan perang.
Dengan latar belakang ini, banyak sempalan partai politik muncul dan mulai memanfaatkan ketidakpuasan yang sudah berakar itu. Sempalan-sempalan tersebut mencakup pangikut paham sosialisme, komunisme, dan sebuah kelompok yang menamakan dirinya National Sozialische Deutsche Arbeiterpartei/Partai Pekerja Nasional Sosialis Jerman (NSDAP), atau Partai Nazi. Anggota partai-partai ini mempercayai bahwa Jerman akan menjadi kuat apabila menerapkan pemerintahan sentralisasi yang menggunakan posisinya untuk mendominasi negara-negara Eropa. Partai ini memimpikan bahwa dengan pemerintahan serupa itu, Jerman akan berperan seperti Kekaisaran Romawi ketika Otto I memerintah pada abad ke-10 atau Kekaisaran Jerman Kedua yang didirikan oleh Otto von Bismarck pada abad ke-19.
Banyak pemimpin dan visioner di lingkaran kekuasaan tinggi dalam partai Nazi itu, namun orang yang pada hakikatnya menjadi sorotan yang sangat kuat sebagai pemimpin partai adalah seorang Austria yang ulung bernama Adolf Hitler (1889-1945). Hitler bergabung dengan pasukan Jerman dalam Perang Dunia I dan kemudian ia menetap di Munich. Di sana ia menjadi sangat terpikat dengan konsep nasionalisme Jerman, terpesona pada doktrin superioritas rasial yang memandang orang Yahudi dan kelompok minoritas lain sebagai manusia yang berharkat rendah. Ia sudah berperan dalam mendirikan Partai Nazi dan dipenjara pada tahun 1923 setelah sebuah kegagalan Nazi dalam menggulingkan pemerintahan negara bagian Bayern (Bavaria). Tatkala meringkuk dalam penjara, ia memformulasikan sebuah rencana untuk merebut kekuasaan bukan hanya di Bavaria, namun juga di seluruh Jerman.
Perlahan-lahan, Nazi mendapat pengakuan sebagai sebagai sebuah partai politik yang sah dan Hitler, yang adalah seorang orator yang cemerlang, mulai menghimpun dukungan dari kalangan luas. Menjelang tahun 1933, Partai Nazi begitu kuat sehingga Presiden Paul von Hindenberg (1847-1934) dipaksa untuk menunjuk Hitler sebagai kanselir Jerman. Dengan gesit Hitler mulai memecat Hindenberg dan menjalankan tugasnya dengan cara diktator. Ia mulai menentang ketetapan-ketetapan yang dituangkan dalam Perjanjian Versailler dengan cara mempersenjatai lagi dan memperbesar militer Jerman yang sudah banyak dikurangi. Selain itu, ia juga meneguhkan kembali kepentingan-kepentingan teritorial  Jerman di Eropa.
Sebuah elemen dari Perjanjian Versailles adalah de-militerisasi Rheinland di tenggara Jerman, sebuah persyaratan yang dilihat oleh pihak Jerman sebagai pelanggaran nyata terhadap kedaulatan mereka. Pada tanggal 7 Maret 1936, Hitler secara terbuka menentang perjanjian tersebut dengan mengirimkan pasukan-pasukan Jerman di Rheinland.
Seandainya Prancis atau Inggris Raya bertindak terhadap pelanggaran perjanjian terkait, Hitler tentunya tidak punya pilihan selain menarik diri dan boleh jadi mundur, karena  pada waktu itu pasukannya masih sangat lemah. Akan tetapi, karena Inggris Raya sangat ingin menghindari perang, langkah Hitler tidak mendapat perlawanan. Keberhasilan Hitler di Rheinland menghasilkan militer Jerman yang dipersenjatai kembali, yang membuatnya menjadi kekuatan militer nomor satu di dunia. Inilah cikal-bakal dari pecahnya Perang Dunia II.

0 komentar:

Post a Comment