Sunday, December 8, 2013

Sejarah Asal-usul Fotografi

Selama beradad-abad, manusia merekam pemandangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan pena dan kuas. Orang-orang zaman dahulu melukis binatang-binatang yang mereka berhasil buru. Di Cina dan Eropa semasa Renaisans, coretan hasil karya pelukis menjadi seni ”halus” karena sang seniman tidak hanya menggambarkannya dengan kemiripan yang sempurna, namun ia juga mampu menyelami drama serta gerakan yang tersirat dari objek.
Sementara itu, banyak orang bermimpi bahwa mereka mampu secara langsung dan cepat merekam sebuah pemandangan dan menyimpannya dengan suatu alat. Perwujudan mimpi ini terbukti bukan sekadar pencapaian secara ilmiah, melainkan menandai sebuah titik balik cara kita dalam melihat penampilan diri kita maupun diri orang lain.
Mimpi itu bersumber pada prinsip camera obscura, di mana cahaya, yang dipantulkan dari sebuah objek dan masuk melalui lubang kecil dengan lensa ke dalam tempat tertutup yang gelap, akan menggambarkan objek itu secara terbalik pada dinding yang berhadapan dengan lubang itu. Tahun 1717, seorang dokter berkebangsaan Jerman yang bernama T.H. Schulze menemukan bahwa warna klorida perak menjadi gelap oleh karena cahaya, dan pada tahun 1824, Joseph Nicèphore Niépce (1765-1833) menemukan bahwa sebuah gambar yang dicetak dengan bantuan sinar matahari dapat dibuat permanen dengan cara melapisi sebuah plat logam dengan campuran hidrokarbon yang berasal dari minyak tanah sebelum menaruhkannya di dalam camera obscura untuk sebuah paparan yang berjangka lama. Gambar yang dihasilkan dinamakan heliotype. Tahun 1829, Niépce bermitra dengan Louis-Jacques Daguerre (1789-1851) untuk menyempurnakan metodenya. Tahun 1839, Daguerre memperkenalkan proses daguerreotype. Tahun 1879, George Eastman (1854-1932) dari Rochester, New York, menciptakan sebuah mesin pelapis emulasi yang memungkinkan dia membuat plat-plat fotografi dalam jumlah besar. Tahun 1889, Eastman mulai memasarkan gulungan-gulungan selaput tipis yang terbuat dari seluloid dengan emulasi di atasnya untuk tempat gambar negatif.  Gagasan bahwa “gulungan film” diengkolkan melalui sebuah kamera masih dijadikan dasar hampir semua fotografi populer dan akhirnya menjadi perintis untuk film gambar hidup.
Sekalipun pengembangan yang dibuat Eastman memungkinkan terciptanya gambar hidup, fenomena yang mendasari, yang dikenal sebagai pemandangan yang permanen, dipahami oleh Leonardo da Vinci (1452-1519) sejak awal abad ke-15. Pada abad ke-19, para pencipta menghasilkan beragam alat yang dapat dipegang tangan di mana orang dapat menyorot gambar-gambar yang diatur pada sebuah roda atau cakram yang diputar yang muncul untuk bergerak. Tahun 1889, William Friese-Greene (1855-1921) di Inggris dan Thomas A. Edison (1847-1931) di Amerika Serikat memutuskan untuk mencetak banyak gambar pada film transparan yang dapat diproyeksikan.
Edison membiasakan penggunaan metode tersebut dalam kinetograf-nya, yang merupakan kamera pertama yang secara spesifik dirancang untuk memfilmkan gambar hidup, dan kinetoskop-nya, yang merupakan proyektor gambar hidup yang pertama. Kedua ciptaan ini dipatenkan pada tahun 1891, dan 2 tahun kemudian kinetoskop mulai digunakan di New York sebagai sebuah alat kecil untuk mengintip peragaan sederetan gambar. Edison tidak berhasil mematenkan hasil ciptaannya di luar negeri, jadi adalah mungkin bagi kedua kakak-beradik di Prancis bernama Auguste Lumiére (1862-1945) dan Lous Lumiére (1864-1948) untuk membuat apa yang menyerupai kinetograf Edison dengan versi yang diperbarui, yang mereka namakan sebagai sinematografi. Gambar hidup berskala manusia sesungguhnya yang pertama kali diproyeksikan pada dinding teater dilaksanakan di Grand Café, Paris, 22 Maret 1895. Edison melanjutkan usahanya untuk memperhalus prosesnya, yaitu dengan memproduksi proyektor sendiri, vitaskop, yang menjadi proyeksi gambar hidup yang pertama di sebuah teater di Amerika Serikat, yaitu Bial’s Music Hall, New York City, 23 April 1896.
Dampak fotografi terhadap semua aspek budaya dan perdagangan modern menjadi signifikan. Bayangkan bagaimana komunikasi massa modern akan menjadi begitu berbeda apabila tidak ditemukan fotografi ataupun gambar hidup.

0 komentar:

Post a Comment