Pada tahun-tahun setelah kematian Julius Caesar
(100-44 SM), muncul dua orang yang mengklaim warisan kepemimpinannya. Yang
pertama adalah Mark Antony (82-30 SM), seorang pemimpin militer terkemuka yang
telah bekerja di bawah kepemimpinan Caesar dalam banyak pertempuran, dan yang
telah jatuh cinta pada mantan kekasih Caesar, Cleopatra VII dari Mesir (69-30
SM). Yang kedua adalah Gaius Octavianus (63 SM-14 M), yang kemudian dikenal
sebagai Augustus, keponakan Caesar melalui adopsi. Antony adalah orang yang
penuh percaya diri, agresif, dan berani. Sementara Octavianus adalah seorang
yang berhati-hati, cerdik, dan diplomatis. Kedua orang ini sama-sama berhasrat
untuk menjadi pemimpin Romawi, yang pada saat itu meliputi seluruh daerah
Mediterania.
Kedua orang ini terlibat konflik terbuka pada tahun
33 SM, dan Antony meninggalkan Roma menuju Mesir di mana ia membangun armada
laut dan logistik bagi pasukannya. Dengan bantuan Cleopatra, tampaknya Antony
berada dalam posisi yang lebih kuat. Akan tetapi, Octavianus adalah seorang
ahli propaganda. Ia meyakinkan Senat Romawi bahwa Antony adalah seorang
pengkhianat Romawi dan bahwa ia bermaksud menjadikan Mesir sebagai pusat
Mediterania. Ketika Octavianus berlayar dari Italia untuk berhadapan dan
memerangi Antony, ia mendapat dukungan penuh dari kota Roma.
Octavianus mendarat di pantai barat Yunani, tempat
Antony melatih pasukannya. Dibantu oleh jenderalnya yang brilian, Marcus
Vipsanius Agrippa (63-12 SM), Octavianus segera berhasil mengepung Antony dan
Cleopatra dari jalur logistik mereka. Ketika kalah manuver, Antony memutuskan
sebuah serangan langsung untuk segera menyelesaikan masalah. Ia sebenarnya bisa
tetap berada di darat dan mempertahankan keunggulan karena ia adalah seorang
prajurit yang jauh lebih berpengalaman ketimbang Octavianus, tetapi ia
terpengaruh oleh Cleopatra untuk bertempur di laut.
Pada tanggal 2 September 31 SM, Antony dan Cleopatra
memimpin armada gabungan mereka berangkat dari pelabuhan Actium dengan 480
kapal besar yang membawa sekitar 20.000 prajurit. Tidak jelas apakah Antony
benar-benar ingin memenangkan pertempuran ataukah ia hanya ingin mencari jalan
melewati musuhnya dan menuju Mesir.
Pertempuran berlangsung sengit. Octavianus dan
Agrippa telah memperlengkapi kapal-kapal mereka dengan mesin-mesin pelempar
batu ke kapal musuh. Seiring berjalannya waktu, pasukan Octavianus mulai
unggul. Antony menaikkan bendera yang menjadi tanda bagi armadanya untuk
menyerah dan berusaha meloloskan diri dari musuh. Antony, Cleopatra, dan
sekitar empat puluh kapalnya berhasil meloloskan diri, tetapi seluruh sisa
pasukannya yang terdiri dari sekitar tiga ratus kapal menyerah kepada
Octavianus dan Agrippa sebagaimana juga dilakukan oleh kekuatan darat Antony.
Antony dan Cleopatra mencapai Mesir. Semangatnya
telah runtuh sehingga Antony tidak melakukan banyak perlawanan terhadap serbuan
Octavianus ke Mesir. Baik Antony maupun Cleopatra memutuskan untuk bunuh diri
ketimbang menyerahkan diri. Sebagai orang yang bertindak lebih hati-hati dibandingkan
dengan pamannya Julius Caesar, Octavianus hanya meminta gelar sebagai Princeps
(Warga Utama Romawi). Meskipun ia tidak pernah disebut sebagai kaisar, dalam
kenyataannya ia memerintah Romawi dari tahun 30 SM hingga tahun 14 M dan
membentuk sebuah pemerintahan satu orang yang menjadikan Romawi sebagai
kekaisarannya dalam semua hal kecuali sebutan kaisar untuknya.
0 komentar:
Post a Comment