Kekuasaan
yang tidak dikendalikan acap kali melahirkan korupsi, dan demikian juga yang
terjadi dengan Gereja. Meskipun ada orang-orang gerejani yang saleh di
intelektual, pelecehan agama meluas, sampai pada penjualan surat pengampunan
dosa–ketika orang beragama diiming-imingi janji bahwa apabila mereka memberikan
sejumlah uang kepada Gereja, mereka akan lolos dari murka dan penghukuman
Tuhan. Semasa Pengadilan oleh Gereja Katolik Romawi di Spanyol, para penganut
agama yang keyakinannya dinilai menyimpang dari kebijakan Gereja, akan disiksa
dan dibakar.’
Menjelang
abad ke-14, orang-orang saleh yang layak dihormati, seperti John Wycliffe
(1320-1384) di Inggris dan John (Jan) Huss (1374-1415) di Praha, mulai berani
membuka mulut untuk menentang praktek-praktek Gereja, dan sebuah arus
ketidakpuasan yang terpendam muncul di kalangan Gereja sendiri. Situasi ini
akhirnya mencapai puncaknya ketika pada 31 Oktober 1517, ketika seorang anggota
ordo Augustine yang bernama Martin Luther (1483-1546) menempelkan sebuah
dokumen di pintu masuk gereja istana di Wittenberg, Jerman. Surat ini, yang
diberi judul The 95 Theses Against the
Abuse of Indulgences [‘Sembilan Puluh Lima Dalil yang Menentang Surat
Pengampunan Dosa’] menuduh Uskup Agung Albrecht dari Mainz telah melakukan
kecurangan dengan menjual surat pengampunan dosa (diduga keras, uang hasil
penjualan itu ia kantongi sendiri). Luther juga mengutuk praktek-praktek
penjualan surat pengampunan dosa pada umumnya. Ia berharap dalil itu akan
memacu debat yang sehat. Namun, ia justru dituduh sebagai bidaah (menentang
ajaran Gereja). Luther dikucilkan dari Gereja Katolik pada tahun 1521.
Kaum
Protestan Awal
Luther
mendapatkan dukungan di Jerman dan Swiss. Ia kemudian mendirikan gereja
sendiri, yaitu Lutheran. Kelompok lainnya, seperti Quaker, Anabaptis, Mennonit,
dan Hussit Moravia, bertindak serupa. Setelah tahun 1529, semua aliran itu
disebut sebagai Gereja Protestan. Ulrich Zwingli memimpin Reformasi di Swiss.
Pandangannya yang lebih ekstrem menyebabkan pecahnya perang saudara yang
menewaskan Zwingli sendiri. Zwingli diikuti oleh John Calvin yang memperoleh
pengikut di Perancis, Jerman, dan Belanda. Calvin melembagakan Reformasi di
Swiss dan memengaruhi John Knox untuk melakukan Reformasi di Skotlandia.
Beberapa kelompok mengumpulkan semua harta bendanya untuk membentuk komunitas,
yang kemudian mengambil alih kota.
Tahun-tahun
Penting
|
|
1517
|
95 Tesis Luther
ditempelkan di Wittenberg, Jerman
|
1522
|
Alkitab terjemahan
Luther diterbitkan di Jerman
|
1523
|
Program Reformasi
Zwingli dilakukan di Swiss
|
1530-an
|
Gerakan dan
pemberontakan sosial kaum Protestan di Jerman
|
1534
|
Inggris memisahkan diri
dari Gereja Roma
|
1540-an
|
Kalvin mendirikan
Gereja Protestan di Jenewa, Swiss
|
1545
|
Konsili Trente
pertama. Kontrareformasi dimulai
|
1562-1598
|
Perang Huguenot di
Perancis
|
1566
|
Gereja Kalvinis
didirikan di Belanda
|
1580-an
|
Meningkatnya
ketegangan antara para penguasa Eropa
|
1618
|
Perang Tiga Puluh
Tahun dimulai
|
Kontrareformasi
Pada
tahun 1522, Paus Adrianus VI mengakui bahwa ada banyak masalah dalam Gereja
Katolik Roma. Namun setelah kematiannya, tidak ada yang dilakukan hingga tahun
1534, ketika Paulus III menjadi Paus. Ini adalah tahun ketika Raja Henry VIII
dari Inggris memisahkan diri dari Roma. Paulus kemudian mulai melakukan
pembaharuan dalam Gereja yang dikenal senagai gerakan Kontrareformasi. Ia mulai
dengan mendorong pengajaran dan penyebaran agama melalui sebuah ordo biarawan
Italia yang disebut Kapusin. Enam tahun kemudian, ia menyetujui pendirian
Serikat Yesuit yang didirikan oleh Ignatius Layola, guna menyebarkan agama
Katolik. Ia juga menyelenggarakan Konsili Trente pada tahun 1545 untuk
menetapkan pembaharuan Gereja lebih lanjut. Konsili Trente memutuskan untuk
memperkuat kaul kemiskinan dan mendirikan berbagai lembaga pendidikan Gereja,
seperti seminari, guna mendidik para biarawan, biarawati, dan imam. Semua ini
mengarah pada kebangkitan kembali keyakinan Katolik dan perlawanan aktif
terhadap kaum Protestan.
Namun,
perselisihan agama di Eropa berkembang menjadi masalah politik ketika Raja
Philip II dari Spanyol berusaha memulihkan agama Katolik di Inggris, Perancis,
dan Belanda dengan cara kekerasan. Para penguasa lainnya kemudian harus
memutuskan berada di pihak mana. Perang saudara pecah di Perancis, sementara
kaum Protestan Belanda memberontak melawan kekuasaan Spanyol yang Katolik.
Akhirnya, pecah Perang Tiga Puluh Tahun pada tahun 1618.
0 komentar:
Post a Comment