Pada
tahun 1624, Louis XIII dari Prancis menunjuk Kardinal Richelieu sebagai
perdana menteri. Mereka bekerja sama selama 18 tahun. Ambisi Richelieu adalah
menjadikan Prancis sebagai bangsa besar yang diperintah secara terpusat.
Sebelumnya, pada duke lokal memiliki
kekuatan besar. Richelieu berusaha mematahkan pengaruh para duke. Pada tahun 1628, ia juga menindak
kaum Protestan Huguenot Prancis yang dianggap membuat masalah. Namun,
Richelieu tidak disukai oleh para pemimpin Katolik, para bangsawan, dan hakim
karena menghapus banyak hak istimewa mereka. Pajak tinggi yang dikenakannya
memicu pemberontakan di kalangan penduduk. Ia berpendapat bahwa untuk mencapai
tujuan dibutuhkan kontrol kuat dan cara kekerasan.
Di
luar negeri, Austria dan Spanyol adalah ancaman utama Prancis. Dinasti
Habsburg memerintah kedua negeri itu, jika mereka bergabung, Prancis akan
menjadi rapuh. Pada tahun 1631, dalam Perang Tiga Puluh Tahun, Habsburg Austria
menguasai banyak daerah Jerman dan mengancam akan mendominasi Eropa.
Kardinal
Richelieu
Armand
du Plessis, duke of Richelieu
(1585-1642), menjadi uskup pada 1607 dan cardinal pada 1622. Ia masuk dewan
perwalian Marie de Medici pada 1616, dan menjadi perdana menteri pada 1624.
Richelieu meyakini “absolutism”, yaitu hak raja untuk melakukan apa yang
diinginkan. Ia berpendapat bahwa raja bertanggung jawab kepada Tuhan, bukan
kepada Gereja, para bangsawan, atau rakyat. Richelieu menggunakan mata-mata
dengan efektif dan menindas semua oposisi. Ia melatih penggantinya, Kardinal
Mazarin, yang melanjutkan kebijakan Richelieu dan memerintah sebagai wali bagi
Louis XIV yang masih kecil hingga 1661. Di banyak negara Eropa, periode ini
adalah masa ketika para perdana menteri memiliki kekuatan besar.
Prancis
Menjadi Semakin Kuat
Untuk
melemahkan Austria, Richelieu membayar Swedia, Belanda, dan Denmark untuk
memerangi musuh bersama mereka, Dinasti Habsburg. Pada tahun 1635, Prancis
menyatakan perang terhadap Spanyol (yang memerintah Belgia dan Burgundi).
Perang berlangsung hingga tahun 1648. Tujuan perang Richelieu tercapai,
walaupun ia meninggal sebelum perang berakhir. Prancis memperluas wilayahnya
sampai ke Pegunungan Pirenia dan Sungai Rhein.
Ketika
Richelieu wafat pada 1642, Kardinal Mazarin, pengikut sekaligus penggantinya,
melanjutkan kebijakannya. Prancis menggantikan Spanyol sebagai kekuatan besar di
Eropa. Sebuah pemberontakan oleh kaum bangsawan Prancis, yang disebut Fronde,
ditumpas pada tahun 1653. Ketika naik takhta, Louis XIV masih berusia lima
tahun, dan Mazarin memerintah sebagai wali. Pada tahun 1661, Prancis
benar-benar berubah. Negeri itu menjadi semakin besar, kuat, dan makmur,
sementara pasukannya merupakan yang terbaik di Eropa. Louis XIV menjadi raja
terbesar Prancis.
0 komentar:
Post a Comment