
Tahun 1628, Raja Inggris,
Charles I (1600-1649), menyatakan negara dalam keadaan perang dan menggunakan
prinsip Hak Ilahi Raja-raja untuk memenjarakan anggota-anggota pihak oposisi.
Para pengacara mereka bersumpah berdasarkan perintah yang tertuang dalam Habeas
Corpus, namun para pelaku pemenjaraan menyatakan bahwa orang-orang itu
ditangkap atas perintah khusus dari raja. Hakim meninggikan raja sedemikian
rupa sehingga raja adalah hukum. Namun, tidak sampai tahun 1679, tidak lama
setelah pemulihan kerajaan pada tahun 1660, Parlemen memaksa Charles II untuk
menerima Habeas Corpus sebagai sebuah undang-undang yang spesifik.
Hari ini, sistem hukum yang
dijalankan oleh sebagian besar bangsa-bangsa demokratis di dunia mendukung
prinsip Habeas Corpus. Undang-undang Dasar Amerika Serikat mendeklarasikan
bahwa “hak istimewa dari perintah yang tertuang dalam Habeas Corpus tidak boleh
dikesampingkan, kecuali, dalam kasus-kasus pemberontakan atau penyerbuan,
keamanan publik mengharuskannya”. Hak istimewa itu dikesampingkan oleh Presiden
Abraham Lincoln semasa Perang Sipil Amerika. Awalnya, langkah ini didukung oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, namun pada tahun 1863, Dewan Perwakilan Rakyat
mengusulkan untuk memberi wewenang itu kepada presiden.
Habeas Corpus merupakan
salah satu prinsip paling fundamental dalam sistem pengadilan kriminal. Ia
mengatur setiap tindakan polisi dan jaksa penuntut umum, sekalipun biasanya
tidak dinyatakan secara spesifik.
0 komentar:
Post a Comment