Sejak kurun waktu
pemerintahan para kaisar sampai era Adolf Hitler, tak ada seorang pun, bahkan
juga tidak kaisar-kaisar Romawi Suci, yang mendominasi Eropa dengan begitu
menyeluruh seperti Napoleon Bonaparte (1769-1821).
Awal Karier Napoleon
Selama jangka waktu 10
tahun, antara tahun 1789 dan 1799, Prancis pada hakikatnya diperintah oleh
penguasa, yang tidak menjalankan undang-undang, atau oleh komite. Semasa jangka
waktu tersebut, Napoleon serta merta menjadi jenderal muda yang cepat menanjak
dalam Angkatan Darat Republik Prancis dan ia dianggap menjadi tokoh politik
yang kuat yang harus bangkit pertama kali di Prancis setelah kegamangan yang
mengikuti revolusi. Napoleon, yang sudah meraih serangkaian kemenangan yang cemerlang
melawan pasukan Austria di Italia, menyerbu Mesir pada tahun 1798 dan maju
menuju Kairo dan kemudian Yerusalem. Peristiwa-peristiwa ini amat mengilhami
rakyat Prancis, dan ketika Napoleon kembali ke Prancis pada tahun 1799, ia
diakui sebagai pahlawan nasional.
Sementara itu, selama satu
dekade Prancis tidak memiliki pemimpin tunggal. Sedangkan Directoire, lima
serangkai yang memerintah negara itu, bersikap lemah, tidak efektif, dan hampir
tumbang. Maka, Napoleon adalah pilihan yang wajar untuk memimpin negara
tersebut. Nopember 1799, Directoire digantikan dengan Consulate di mana
Napoleon menjadi konsul pertama. Kendati ia penguasa atas pemerintahan Prancis,
ia terus memimpikan sebuah kekaisaran sejaya Kekaisaran Charlemagne (bahasa
Prancis: Charles yang Agung).
Masa Keemasan Napoleon
Napoleon menjalankan
tugasnya sebagai konsul pertama sampai tahun 1804. Sebagai dampak dari popularitasnya
yang sangat besar, bangsa Prancis—yang telah menggunlingkan raja-raja Bourbon
pada tahun 1792—mengizinkan dia untuk mengubah bentuk Consulate menjadi sebuah
kekaisaran. Napoleon mengundang Paus untuk memahkotai dia sebagai Kaisar
Prancis di Katedral Norte Dame, Paris, pada 18 Mei 1804. Walaupun demikian,
ketika momen klimaks itu tiba, Napoleon mengambil mahkota itu dari tangan Paus
dan menaruhkan sendiri mahkota itu di atas kepalanya. Menurutnya, tidak ada
seorang pun yang berhak melakukannya.
Napoleon serta merta
membangun Kekaisaran Prancis. Ia sudah menguasai Prancis, Belanda, dan Italia,
namun ditentang oleh Austria, Inggris, Rusia, dan Prusia. Ia merancang sebuah
penyerbuan ke Inggris, di mana ia dipaksa untuk membatalkannya, tetapi ketika
ia menghadapi pasukan Angkatan Darat Rusia dan Austria di Austerlitz, bulan
Desember 1805, adalah taktik-taktiknya yang tampak pada hari itu. Napoleon
terus meraih serangkaian kemenangan yang menakjubkan yang mencakup penaklukkan
pasukan Prusia di Jena pada tahun 1806 dan pasukan Austria di Friedland, tahun
1807. Sejauh itu, Napoleon sudah mencapai sasarannya untuk menguasai sebuah
wilayah di Eropa yang bahkan lebih luas dari Kekaisaran Charlemagne dengan cara
yang efektif. Ia kemudian mendominasi Prancis, Polandia, Italia, dan semua
wilayah diantaranya, termasuk Austria dan seantero negara-negara Jerman semasa
Kekaisaran Romawi Suci.
Surutnya Napoleon
Inggris tetap merupakan
musuh utama. Meskipun Napoleon mampu memangkas semua perdagangan Inggris dengan
Eropa daratan, ia tidak pernah mampu untuk menghentikannya secara total. Tahun
1810, ketika pasukan Rusia menolak untuk bergabung dengan pemblokiran yang ia
lakukan, ia memutuskan untuk menyerbu Rusia. Ia betul-betul berupaya merebut
Moskwa pada bulan September 1812, namun setelah cuaca musim dingin yang menusuk
tulang mengancam pemasokan bahan makanan, ia terpaksa mundur. Malapetaka yang
dialami pasukan Napoleon merupakan permulaan dari akhir pemerintahan Napoleon
yang kuat. Sekutu-sekutunya maupun negara-negara yang menjadi bagian dari
kekuasaannya mulai bangkit memberontak. Ia dipaksa untuk menarik diri dari
Austria dan Jerman, dan kekaisarannya pun tumbang. Tanggal 11 April 1814, ia
turun takhta dan dipaksa untuk tinggal dalam pembuangan di Pulau Elba. Kaisar
yang dulu pernah memerintah sebagian besar Eropa sekarang dipaksa untuk menjadi
penghuni sebuah pulau kecil yang berbatu-batu.
Walaupun begitu, sumbangsih
terbesar Napoleon adalah Kode Napoleon, sebuah struktur modern untuk
hukum-hukum sipil yang tetap menjadi dasar hukum Prancis sampai hari ini.
Kebangkitan Kembali Napoleon
Setelah mengalami kejayaan
salama lebih dari satu dekade, jatuhnya Kekaisaran Prancis dan pembuangan
Napoleon pada tahun 1814 membuat Prancis berada dalam keadaan kisruh seperti
kondisi yang dialami semasa revolusi. Yang menajubkan, pada kondisi ini monarki
Bourbon dipulihkan, namun Raja Louis XVIII hanya memerintah selama 10 bulan.
Semasa dalam pembuangan,
Napoleon merasa resah, dan kembali ke Prancis. Ia disambut di Paris dengan
tangan terbuka, sebagian besar disebabkan oleh nostalgia, sebab ia melambangkan
masa lalu Prancis yang jaya. Sejak 10 Maret 1815, selama 100 hari yang singkat,
rakyat Prancis tampak memutar jam kembali ke satu abad sebelumnya.
Akan tetapi, pesaing-pesaing
lamanya, terutama Inggris, tidak semuanya merasa senang bahwa Napoleon kembali
menduduki takhta. Napoleon tahu bahwa ia akan segera diserang dan bahwa ia
harus bergerak cepat seandainya ia ingin memulihkan kekaisarannya. Ia harus
mengambil langkah untung-untungan bahwa sebuah kemenangan besar akan membuat
negara-negara di Eropa runtuh seperti sederet kartu domino.
Pertempuran Terakhir Napoleon
Sebuah kekuatan yang terdiri
dari Inggris, Prusia, dan Belanda yang dikomandani oleh seorang jenderal Prusia
yang bernama Gebhart Leberecht von Blücher (1742-1819) dan seorang jenderal
Inggris, Arthur Wellesley, Duke of Wellington (1769-1852), sudah berkumpul di
Belgia. Awalnya, semua berlangsung baik bagi Napoleon. Pasukanya yang besar dan
diperlengkapi persenjataan canggih menimbulkan keretakan antara Jenderal von
Blücher dan Duke of Wellington, dan mengalahkan pasukan Prusia di Ligny, pada
tanggal 16 Juli 1815. Pasukan Inggris mundur ke sebuah desa kecil di
persimpangan jalan yang bernama Waterloo, di mana Napoleon ditangkap bersama
mereka pada tanggal 17 Juli. Napoleon bersiap-siap untuk menyerang Duke of
Wellington pada tanggal 18 Juli, namun hujan yang turun malam sebelumnya
mempersulit meriam-meriamnya untuk bergerak sebagaimana seharusnya. Akhirnya
Napoleon menyerang pada pukul 11 pagi dan pertempuran itu berkobar selama 10
jam. Sisa pasukan Jenderal von Blücher bergabung dengan Duke of Wellington pada
sore harinya, dan ini berguna untuk mengubah kedudukan. Esok paginya, 19 Juli,
pasukan Prancis dikalahkan, dan 50.000 prajurit tewas dan sekarat hampir mati.
Napoleon sendiri mundur ke Paris, di mana ia turun takhta, untuk kedua kalinya,
empat hari kemudian. Ia menyerah kepada pasukan Inggris dan dibawa ke Pulau St.
Helena di Samudera Atlantik Selatan di mana ia menetap sampai meninggal dunia
akibat penyakit kanker, 8 Mei 1821.
Waterloo menjadi salah satu
titik balik besar dalam sejarah Eropa, karena seandainya Napoleon menang, ia
memiliki kesempatan yang baik untuk mendirikan kembali kekaisarannya dan,
sekali lagi, menjadikan Prancis sebuah negara yang dominan di Eropa—dan boleh
jadi di dunia—sepanjang sisa abad ke-19.
Sebagaimana yang pernah
terjadi, Prancis tidak akan pernah mendapatkan kembali kekuasaan serta pengaruh
yang telah dinikmati di bawah pemerintahan Napoleon. Ia sudah membuat
Kekaisaran Prancis kalah di Eropa dan bahkan ia telah menjual sebuah wilayah
yang lebih luas—Louisiana—di Amerika Utara kepada Amerika Serikat. Waterloo
menandai dari Pax Britannica, sebuah periode yang berlangsung selama
lebih dari satu abad di mana Inggris memerintah sebagai negara adidaya nomor
satu di dunia.
0 komentar:
Post a Comment