Kini
sudah jelas bahwa Jerman merupakan jantung Eropa dari segi geografis maupun
industri, namun dari segi sejarah, eksistensi Jerman sebagai sebuah negara
tunggal yang bersatu merupakan sebuah kejadian yang relative baru. Pada waktu
pemerintahan Kekaisaran Romawi, suku-suku yang tergolong bangsa Jerman tetap
berdiri sendiri-sendiri dengan teguh sekalipun bahasa mereka sama. Bahkan,
setelah negara-negaranya bersatu di atas kertas sebagai bagian dari Kekaisaran
Romawi Suci—yang selalu diperintah oleh seorang pemimpin boneka—mereka bertahan
sebagai negara-negara bagian yang mandiri. Gelar yang amat seremonial ini
disandang sampai tahun 1806, yaitu ketika Napoleon Bonaparte (1769-1821)
membentuk sebuah konfederasi negara-negara Jerman sebagai bagian dari
Kekaisaran Prancis yang diimpikannya. Ironisnya, konfederasi ini akhirnya
menjadi alasan mendasar untuk menentang Napoleon. Pada waktu Napoleon
dikalahkan di Waterloo (Belgia) pada tahun 1815, lebih dari 300 negara-negara
bagian Jerman yang eksis di Abad Pertengahan sudah bergabung dan menjadi 39
negara bagian saja. Di antara negara-negara ini ada bangsa-bangsa yang kuat,
seperti Austria dan Prusia, dan negara-negara lain yang lebih kecil, misalnya Bavaria
(Bayern) dan Saxony.
Upaya
Penyatuan
Meskipun
demikian, upaya-upaya untuk menggabungkan Jerman setelah era Napoleon selalu
menghasilkan persaingan antara Prusia dan Austria. Yang lebih unggul akan
menjadi pemerintahan yang dominan di sebuah Jerman yang bersatu. Akhirnya,
Prusia muncul sebagai yang paling kuat di antara negara-negara bagian Jerman,
dan Austria tetap terpisah dari Jerman yang disatukan sejak itu, kecuali selama
periode tahun 1938 sampai 1945, ketika Adolf Hitler (1889-1945) menyatukan
keduanya.
Unifikasi
Orang
yang paling bertanggung jawab untuk memetakan perjalanan unifikasi Jerman
adalah Otto von Bismarck (1815-1898), yang ditunjuk sebagai duta Prusia untuk
Bundestag (parlemen negara-negara bagian Jerman) oleh Kaiser Friedrich Wilhelm
IV (1795-1861). Von Bismarck kemudian bertugas sebagai duta besar Prusia untuk
Prancis. Pengalaman ini memberi ia wawasan-wawasan yang berharga yang berguna
dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Tahun 1862, adik dan sekaligus pewaris
takhta, yaitu Wilhelm I (1797-1888) menunjuk von Bismarck sebagai Kanselir
Prusia. Dikenal sekadar sebagai “Kanselir Besi”, von Bismarck terus menjalankan
tugasnya sebagai kanselir pertama dari Kerjaan Jerman, yaitu dari tahun 1871-1890.
Tahun 1866, von Bismarck memotori unifikasi untuk sebagian besar dari
negara-negara bagian Jerman yang berada di bawah kekausaan Prusia.
Sementara
itu, Louis Napoleon (1808-1873) (Kaisar Napoleon III setelah tahun 1852) ingin
memperluas garis batas sebelah timur Prancis sampai Sungai Rhein dan memasukkan
banyak negara bagian Jerman ke dalam Kekaisaran Prancis. Tanggal 19 Juli 1870,
Napoleon III mendeklarasikan perang terhadap negara-negara bagian Jerman.
Berkat perencanaan cermat von Bismarck, Prusia sangat siap untuk menghadapi
serangan. Pasukan Jerman membuat serangan balik, dan tiba di Paris menjelang
hari Natal. Perang Prancis-Prusia berakhir dengan sebuah kemenangan yang
menentukan, dan Prusia kemudian memiliki kekuatan politis untuk menyatukan
negara-negara bagian Jerman. Tanggal 18 Januari 1871, Kekaisaran Jerman diproklamirkan,
dengan Otto von Bismarck sebagai kanselirnya.
Von
Bismacrk akan tetap menjadi penguasa yang tangguh di balik takhta monarki
paling kuat di Eropa daratan selama hampir 20 tahun. Jerman sendiri akan tetap
bersatu sampai tahun 1945.
0 komentar:
Post a Comment